Assalamualaikum Gili Trawangan

“Jika ada film berjudul Assalamualaikum Beijing, maka saya cukup dengan Assalamualaikum Gili Trawangan”

Masih bersambung dari cerita liburan saya di akhir tahun 2014. Setelah puas mengunjungi desa-desa tradisional di Lombok Utara, tiba waktunya saya untuk get lost ke 3 gili paling populer di Pulau Lombok. Kurang dari pukul 9 saya sudah duduk manis di pelabuhan penyebrangan Bangsal. Tiket sudah ditangan, saya menunggu di pelabuhan.

Kebingungan mulai menyeruak dalam benak saya, kapalnya banyak, saya harus naik yang mana ya. Tanpa basa basi saya tanya seorang bapak yang sama-sama sedang menunggu kapal.

“Permisi Pak, saya harus naik yang mana kalau tiketnya ini?”

“Nanti di panggil mbak, sesuai warna tiket”

“Oh, baik pak, terimakasih”, hari itu saya memegang tiket berwarna hijau.

Saya hendak menyebrang ke Gili Trawangan, dengan menggunakan kapal biasa untuk umum, saya hanya membayar 15.000 rupiah, beda jauh kalau kalian memilih kapal cepat.

Diatas kapal yang akan membawa saya ke Gili Trawangan, otak saya masih berputar mencari kiranya saya akan menginap dimana. Karena saat hendak ke Gili Trawangan, saya belum membooking penginapan. Ngegembel nih kayaknya. Pikir saya.

Tiba di Gili Trawangan, saya sedikit kaget, karena Gili Trawangan ternyata sangat ramai, jauh dari ekspektasi saya tentang sebuah pulau yang sepi. Saya segera berjalan meninggalkan darmaga, mengikuti petunjuk dari sebuah artikel perjalanan di internet yang mengatakan ada penginapan backpacker yang murah ke arah kiri darmaga.

Pelancong di Gili Trawangan
Pelancong di Gili Trawangan

Otak saya mulai mumet dengan riuhnya manusia-manusia yang hilir mudik, dengan musik yang keras di sana-sini. Akhirnya saya berbalik arah, kemudian membeli sebuah minuman dingin di warung terdekat. Selepas membayar saya menanyakan penginapan yang saya maksud ke pemilik warung.

“Mba, tahu penginapan ini disebelah mana?” sembari menyodorkan sebuah foto penginapan di HP saya

“Oh ga tau mba”

“Katanya sih dekat sunset point, itu dimana ya mba?

“Oh, kalau sunset point ke arah sana, ke arah barat, bla bla bla”

“Sana?” sana yang pemilik warung maksud tak juga saya pahami. Mungkin karena otak sudah ruwet dan mabok laut.

Tiba-tiba seorang mas-mas bertanya pada saya.

“Kalau penginapan backpacker yang mba maksud sebelah sana, jalan lurus masih jauh. Apa mba sudah booking sebelumnya?”

“Oh, belum” saya memang belum membooking karena hendak mencari alternatif penginapan murah dan bisa diisi seorang diri. Sedang tidak ingin berbagi ruangan dengan siapa pun. Lagi pula ini bukan holiday season jadi pasti banyak penginapan kosong. Pede abis ya..hehe

“Belakang warung ini persis ada penginapan, ada kamar kosong untuk sendiri, mau lihat?” ia menawarkan

“Boleh”

Saya mengikuti mas-mas yang menggunakan baju tanpa lengan ini ke sebuah penginapan persis dibelakang warung. Saya melihat kamar yang sudah bersih dan kosong. Ada tempat tidur yang luas dan kamar mandi yang bersih.

“Berapa harganya permalam?”

“Mba sendiri? kamar ini bisa berdua” jelas mas pemegang kunci

“Iya saya sendiri, kalau sendiri berapa?” tanya saya kembali

“150 ribu saja”

Saya segera menyetujui, saya bayar dan kunci telah ditangan yang digantungan kuncinya tertulis “Sagita Bungalow”. Seorang pelancong bule menawari saya untuk bergabung snorkling dengannya

You want to join with us for snorkeling

No thanks…”

Mereka hendak pergi dengan menggunakan kapal cepat mencari spot untuk snorkling, dan biasanya jika pergi beramai-ramai kita bisa share cost. Saya lelah, dan memilih merebahkan badan di dalam kamar.

Perut mulai keroncongan, tak ada makanan yang bisa saya makan. Saya memutuskan keluar penginapan mencari camilan. Masih bingung mau makan dimana, karena yang saya lihat hanya bar-bar dengan desain cantik di sepanjang pantai.

Bangku-bangku untuk bersantai tersedia sepanjang pantai
Bangku-bangku untuk bersantai tersedia sepanjang pantai

Saya kemudian menyewa sepeda untuk mengelilingi Gili Trawangan. Harga sewa sepeda satu hari cukup murah 35 ribu saja. Saya mulai mengayuh sepeda menyusuri jalanan Gili Trawangan yang ramai, sesekali berhenti mengambil foto, sesekali berhenti untuk mengagumi indahnya pantai, dan sesekali berhenti untuk menerima ajakan ngobrol dari bartender.

Seusai berjemur, semuanya bersepeda
Seusai berjemur, semuanya bersepeda

Satu hal, karena saya bersepeda sendirian, berjilbab, dan terlihat bukan orang Lombok, jadi tak heran jika sepanjang saya bersepeda, selalu ada yang berujar “Assalamualaikum mba..” Saya hanya mampu menjawabnya dengan berbisik. “Waalaikumsalam” meski sesekali dongkol karena capek wajib jawab.

“Karena salam artinya keselamatan, meski dongkol, toh pada dasarnya mereka mendoakan keselamatan bagi saya”

“Assalamualaikum” sapa seorang bartender dari barnya

“Waalaikumsalam, mas ke sana masih bisa bersepeda?”  tanya saya

“Masih mba, duduk dulu aja di sini, nikmatin pantainya, foto-foto dan ngobrol dulu”

“Oh iya mas, boleh nih duduk di sini?”

“Boleh” sambil ia duduk di sebrang saya

“Dari mana mba?”

“Bogor, Pulau Jawa”

“Wah, jauh ya, sendirian saja, biasanya kalau wisatawan lokal suka sombong mba ga mau diajak ngobrol?”

“Tak banyak orang yang mau berbicara dengan orang asing. Namun, traveling sendirian membuat saya belajar untuk mengabaikan kata “Asing” dalam perjalanan saya. Dan saya belajar untuk itu, semuanya berproses”

“Ah ga gitu juga mas, ya tergantung. Iya, saya sendirian mas”

“Kenapa sendiri, ga sama pacar?”

Ingin saya menjawab “gue lagi patah hati mas, dan jomblo” tapi itu ga sampai keluar dari mulut saya

“Ah engga mas, lagi pengen jalan-jalan sendiri, lagian ada sodara juga di Lotim” sepertinya mas itu percaya saya ada sodara di Lotim alias Lombok Timur, mungkin karena seminggu di Lombok logat saya sudah sedikit menyerupai orang sana. Eh, tapi benar saya ada sodara, sodara seperguruan di kampus. hehe

“Lotim mananya?”

“Kelayu” Sebelum ia bertanya lebih lanjut saya segera berpamitan dan berlalu pergi

“Permisi mas, saya jalan lagi ya..”

Sepeda saya kayuh kembali, tapi akhirnya saya harus rela turun dari sepeda dan membiarkannya sejajar berjalan beriringan. Bangunan-bangunan penginapan serta bar-bar di sini unik-unik, berwarna warni, dan memiliki tema masing-masing.

Salah satu desain penginapan langsung menghadap ke laut
Salah satu desain penginapan langsung menghadap ke laut

Teriknya mentari membuat  tenggorokan kering kerontang dan dahaga, kelapa muda segar adalah solusinya. Saya duduk di bawah pohon sambil menikmatinya. Air kelapa muda habis hingga tetes terakhir.

Ombak, tempat hits di Gili Trawangan
Ombak, tempat hits di Gili Trawangan

Saya mengayuh sepeda kembali dan sore menjelang ketika saya tiba di penginapan. Merebahkan badan dan mengecek harga tiket pesawat untuk pulang seminggu mendatang. Gili Trawangan memiliki fasilitas yang komplit, ATM berbagai Bank juga ada di sana, jadi tak usah khawatir kehabisan uang, asal ATM yang kalian bawa ada isinya. hehe

Saya memutuskan mengayuh sepeda ke sunset point saat senja hariTapi langit mendung di bulan Desember membuat sunset yang katanya keren menjadi terlihat biasa.

Sebelum kembali ke penginapan saya mampir membeli makan malam, saya malas keluar malam dengan musik jedag-jedug dimana-mana. Maklum saya penggemar suasana sepi dan tenang.

“Sate ya mas 1 porsi, nasi setengah, dimakan disini”

“Okeh siapa mba Fatin” sejak kapan nama saya berubah jadi Fatin.

Selamat malam Gili Trawangan
Selamat malam Gili Trawangan

Malam berlalu dengan tidur pulas. Keesokan harinya saya sudah duduk di pinggir pantai menunggu matahari terbit. Meskipun sedikit mendung, tapi Gili Trawangan di pagi hari lebih indah bagi saya, tenang, damai, karena orang-orang yang berpesta masih terlelap dalam buaian bunga tidur. Karena tidak sah jika tidak berfoto bersama matahari terbit, jadilah saya meminta seseorang yang juga sedang sibuk dengan kameranya untuk mengambil foto saya.

Selamat Pagi Gili Trawangan
Selamat Pagi Gili Trawangan

“Mas, minta tolong fotoin dong, boleh?”

“Oh iya Mba” ia menerima permohonan saya

Mas kita ga kenalan loh… #kebiasaan suka lupa kenalan…Btw makasih sudah fotoin saya…

Mari packing, kita lanjut lost in Gili Meno

Naik kapal ini lagi, I'm coming Gili Meno
Naik kapal ini lagi, I’m coming Gili Meno

Bersambung,

Nunuz

3 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *