Tidak setenar Sam Poo Khong, klenteng ini tak kalah cantik.
Saya termasuk orang yang penasaran dengan kondisi di dalam klenteng. Sejak lama ingin masuk tempat peribadatan ini, namun segan.
Setelah tersesat ke Mesjid Kauman, padahal kami ingin ke Mesjid Jawa Tengah, kamipun melanjutkan perjalanan ke pecinaan Semarang. Di otak saya adalah ingin melihat klenteng yang terkenal di Semarang. Tanya sana-sini, jalan jauh banget, berat pula bawa gembolan carrier di punggung sampailah kami di Klenteng yang di sebrangnya ada replika kapal Cheng Hoo.
Sampai tulisan ini saya buat, saya masih berpikir itu Klenteng Sam Poo Khong. Tapi setelah searching-searching sejarahnya, kok gambarnya beda ya. Ahhh.. Ternyata saya bukan ke Sam Poo Khong, tapi ke Tay Kak Sie. Waktu itu saking senengnya, lupa memastikan ini klenteng namanya apa, hehe, kesenengan karena diperbolehkan masuk kedalam klenteng dan mengambil foto di bagian dalam. Ya sudahlah, ini kode buat balik lagi ke Semarang. 🙂
Menurut si pintar Wikipedia, Kelenteng Tay Kak Sie merupakan sebuah kelenteng tua yang didirikan pada tahun 1746. Pada awalnya hanya untuk memuja Yang Mulia Dewi Welas Asih, Kwan Sie Im Po Sat. Namun, kemudian berkembang menjadi klenteng besar yang juga memuja berbagai Dewa-Dewi Tao. Klenteng ini berlokasi di Gang Lombok No.62.
Nama Tay Kak Sie berarti Kuil Kesadaran Agung. Nama ini tertulis pada papan nama besar di pintu masuk Kelenteng, dengan catatan tahun pemerintahan Kaisar Dao Guang (Too Kong dalam bahasa Hokkian) tahun 1821 – 1850 dari Dinasti Qing (Cing dalam bahasa Hokkian).
Hari itu (30/12/2013) kuil ini sepi. Kami langsung berfoto-foto dihalaman depannya. Merasa lelah, kami mendekat ke arah klenteng. Kami melepaskan beban di pungunggung, untuk sekedar melonggarkan otot bahu. Kami meminta izin untuk masuk kedalam Klenteng. Hanya beberapa orang yang sedang beribadah di dalam. Saya hanya berjalan melihat ke arah kanan dan kiri. Tidak terlalu besar, namun cukup sebagai tempat bermesraan dengan Tuhan.
Wangi Hio yang menyengat dan memenuhi seisi ruang, membuat kepala saya pusing. Maklum saja tak biasa dengan wesangian Hio. Kami pun keluar dari Klenteng. Namun, sebelum meninggalkan klenteng, kami bergegas naik ke atas replika kapal Cheng Hoo dan berfoto bersama, tetep tanpa saya. 🙁
Waktu yang singkat tak memberikan kami waktu yang cukup untuk bertanya-tanya tentang sejarah klenteng ini maupun kapal replika Cheng hoo tersebut. Harus buru-buru kembali ke Poncol, takut ketinggalan kereta. Bye bye Semarang.. Thanks buat uli, childa, dian, dan mega yang menemani get lost di kauman dan pecinaan ini.
See U..
Nunuz