Hari itu 4 Mei 2012, ketika saya berkejaran dengan waktu. Hari itu tepat pukul 18.00 WIB saya harus sampai ke Terminal Pulo Gadung untuk bisa bergabung dengan teman-teman Backpacker Indonesia (BPI). Kami berencana untuk menikmati kota Yogyakarta di akhir pekan sekaligus ingin menyaksikan Perayaan Tri Suci Waisak di Borobudur tanggal 6 Mei 2012. Saya berusaha untuk membereskan tesis saya sebelum saya berlibur, memperbanyaknya, kemudian meminta tanda tangan pembimbing saya. Tepat pukul 2 Siang perbanyakan tesis saya selesai, masih punya waktu untuk mendapatkan tanda tangan dosen saya. Waktu mulai berjalan cepat, kira-kira pukul setengah tiga sore saya baru mendapatkan tanda tangan pembimbing saya. Kemudian saya langsung berlari menuju bagian akademik untuk mengajukan tanda tangan Dekan segaligus Surat Kelulusan saya.
Pukul setengah empat sore saya berangkat menuju terminal Baranangsiang. Angkot di Bogor yang selalu mengetem membuat saya makin was-was. Saya putuskan menggunakan Ojeg dari statsiun Bogor untuk bisa sampai ke terminal Baranang siang. Ah, akhirnya saya mendapati Bus menuju Pulo Gadung. Tapi sayang Bus ini terlalu lama mengetem, jam 5 sore saya lihat di jam tangan saya. Saya putuskan menelepon teman saya di Yogyakarta untuk meminta telepon travel yang biasa dia tumpang jika pulang ke Yogyakarta, sayang sekali untuk hari itu travel penuh dan akhirnya saya putuskan turun dari Bus Pulo Gadug setelah membooking tiket travel keesokan harinya. Kemudian saya telepon teman BPI dan membatalkan untuk berangkat bersama. Dengan berat hati saya balik ke kosan. 🙁
Hari sabtu 5 Mei 2012, kira-kira Pukul 16.30. Travel menjemput saya ke kosan dan keesokan harinya tepat pukul 7 pagi tanggal 6 Mei 2012 saya tiba di Kota Yogyakarta tepatnya rumah Mba Tetri. Perjuangan untuk bisa melihat perayaan Tri Suci Waisak tak selesai sampai disitu. Saya harus berangkat sendiri ke Borobudur dan bergabung dengan teman BPI. Diantar salah satu teman saya yang kebetulan sedang berkuliah di Jogja, akhirnya saya sampai diterminal Jombor. Saya melanjutkan perjalanan saya sendirian ke Magelang. Ini pertama kalinya saya jalan di kota orang sendirian dan saya menikmatinya.
Saya dan teman-teman BPI akan bertemu di pintu selatan. Kira-kira 15 menit menunggu, akhirnya saya bertemu dengan Mba Erlin sang ketua rombongan. Senangnya hati ini akhirnya bisa bergabung dengan mereka. Rombongan kami sekitar 12 orang mungkin lebih saya kurang hafal, yang saya ingat namanya hanya Mba Erlin, Mba Netty, Bang Indra, Adindanya Bang Indra, Rizal, Suci, Yoga, Bagus, Ridho (tiga orang yang terakhir ini yang ceritanya ga habis di perayaan waisak) dan teman-teman yang lain yang saya lupa-lupa ingat namanya. Karena hari masih siang dan perut mereka keroncongan (saya sih masih kenyang karena makan dulu dirumah mba tetri), maka kami memutuskan makan bersama. Mereka seru, ramai dan baik hati. Tambah senang saya, ketika saya tahu ada yang mau balik ke Yogyakarta malamnya. Aman pikir saya.
Hujan tiba-tiba menghampiri siang ini, karena malas hujan-hujanan maka kami memutuskan untuk menonton film dokumenter mengenai Borobudur. Candi yang dibuat pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra yang konon dibangun dari danau purba yang telah mengering. Candi ini telah mengalami beberapakali pemugaran dari awal pertama kali ditemukan tahun 1814. Cukup menambah wawasan saya. Info lebih lanjut bisa dibaca di wikipedia..hehe
Balik lagi ke acara waisak. Perayaan ini sebenarnya sudah dimulai dari pukul 10-an di Candi Mendut dekat Borobudur. Kemudian arak-arakan menuju Candi Borobudur. Karena saya datang siang hari, saya tidak menyaksikan prosesi itu. Saya hanya berkunjung dari tenda ke tenda pada sore harinya untuk melihat mereka beribadah di area Candi Borobudur. Dengan seksama saya dengarkan, rasanya tidak asing dengan nada-nada itu. Dari setiap tenda memiliki karakteristik yang berbeda. Mulai dari pakaian, bahasa, sampai patung yang mereka sembah (Maaf saya kurang paham mengenai ini). Banyak hal yang saya dapat disini, Tuhan memang satu (tapi persepsi tentang Tuhan kita beda), jalan yang kita tempuh berbeda, caranya beda, seperti yang saya lihat saat itu. Saya mendengar mereka melantunkan doa-doa seperti nyanyian yang tak asing buat saya. Nadanya mirip Shalawat.
Meski hujan rintik-rintik mulai deras, saya masih antusia melihat mereka beribadah. Untung ada teman yang berbaik hati mau memayungi saya dan kamera saya (Thanks for Yoga). Tanpa blitz kamera, dan tanpa suara, sesekali saya mengabadikan moment tersebut. Khawatir mengganggu mereka.
Kami bergegas untuk naik keatas candi sebelum candi tersebut dibersihkan dari pengunjung. Lumayan lama diatas. Lumayan untuk foto bersama. Kira-kira pukul 5 sore, pembersihan candi dimulai. Kami kemudian segera mengambil posisi di tempat duduk untuk menyaksikan perayaan waisak. Beruntunglah masih ada tempat duduk yang cukup untuk kami. Saya tak bisa tinggal diam ketika acara belum dimulai, foto didepan patung Budha menjadi pilihan. Alas kaki di buka ya sebelum naik ke pelataran. Sambil menunggu acara dimulai, Kami asik mendengarkan pengalaman travelling dari Mba Netty, ceritanya seru.. jadi ngiler..hee
Acara dimulai hampir pukul 8 malam yang diawali dengan sambutan ketua panitia acara Tri Suci Waisak 2012. Dilanjutkan dengan renungan dan berdoa. Cukup lama mereka berdoa,yang kemudian dilanjutkan mengelilingi Borobudur sebanyak 3 kali dengan membawa api suci dan melantunkan nyanyian (saya kira itu juga masih doa). Saya tidak terlalu mendengarkan prosesi itu, karena sibuk mencari toilet dan mengantre. Sesekali saya jalan kebelakang mencari posisi yang bagus untuk mengambil foto candi Borobudur. Dan terkejutnya saya ketika melihat kebelakang. Puluhan atau bahkan mungkin ratusan Tripod berdiri kokoh menyangga kamera profesional. WOW
Ada satu kejadian yang sebenarnya membuat saya kesal, ada satu fotografer yang keluar dari barisan yang sudah diatur rapi, demi mengabadikan prosesi para Biksu dan umat Budha mengelilingi candi.
Usai mengintari candi maka prosesi pelepasan 1000 lampion akan segera dimulai. Kami hanya membeli 1 lampion seharga 100 ribu, kemudian menerbangkannya bersama. Di lampion-lampion ini tertulis nama orang-orang yang menerbangkannya. Satu lampion hanya boleh diisi oleh 5 nama. Dan tentulah ada nama saya, Mba Erlin, dan Rizal, karena kami yang patungan untuk membelinya. Saking inginnya melepaskan lampion tersebut. Konon katanya, Lampion yang diterbangkan ini akan membawa semua cita dan doa ke tempat tertinggi agar bisa terwujud dari orang-orang yang menerbangkannya. Seribu lampion yang menerangi langit gelap dan ditemani bulan purnama, menjadi kenangan yang tak akan pernah bisa saya lupakan. Sayang ketika saya mulai mengabadikannya lewat video, batre kamera saya habis.
Jam menunjukkan hampir setengah 11 malam. Kami bergegas pulang. Rombongan dibagi 2. Saya, Yoga, Bagus dan Ridho menuju Yogyakarta dengan taksi dan teman-teman yang lain menuju Jakarta dengan menyewa mobil. Taksi yang saya tumpangi tak mau mengantarkan saya ke Kaliurang, alhasil saya menelepon teman saya dan meminta no. telepon taksi yang bisa membawa saya ke Kaliurang. Akhirnya saya sampai juga ke Kaliurang dengan taksi yang rekomendasikan teman saya, diantar oleh 3 orang teman baru saya.. thanks bro..Kalian telah menambah jumlah orang baik dalam hidup saya.
Buat mba saya yang satu ini, makasih juga untuk tumpangannya dan maaf membuatmu khawatir. Terimaksih untuk semuanya.
Terimakasih telah menjadi bagian perjalanan kebebasan saya..
Habis ini belajar ambil foto malem hari pake manual setting, biar fotonya bagus.. 🙁 🙁
Memang hidup berawal dari tidak tahu menjadi tahu
Perjalanan mengajarkan saya kepercayaan dan rasa syukur
Perjalanan juga mangajarkan saya toleransi
Dan perjalanan pula yang memberi saya mimpi
Teruntukmu para pejalan
Yang setiap masanya tak akan terlupa
Mari berkelana, bahagia!