Gili air jauh berbeda dengan dua gili sebelumnya yaitu Gili Trawangan dan Meno yang penuh sesak dengan penginapan serta hiruk pikuk kegiatan wisata. Gili Air lebih tenang, hanya sedikit bangunan-bangunan penginapan dan kafe di pinggir pantainya. Pulau kecil ini lebih banyak dihuni oleh masyarakat setempat. Banyak penduduk yang berprofesi nelayan bermukim disana.
Ketika matahari mulai akan pergi keperaduan, saya tiba di Gili Air. Bersama nelayan pemilik kapal yang saya gunakan untuk menyebrang dari Gili Meno, saya menyusuri jalan mencari penginapan di Gili Air, tentunya yang murah dan nyaman. Akhirnya saya menemukan penginapan dengan harga 150 ribu rupiah perkamar, lokasinya tidak di pinggir pantai, tapi lumayan untuk memotret kehidupan disana.
Saya ingin melihat sunset, tapi malas menyewa sepeda. Akhirnya, di temani seorang penjaga kafe, saya menyusuri jalan-jalan di pemukiman, memotong jalan untuk bisa sampai di sunset point. Dalam perjalanan saya mengobrol banyak hal dengannya, termasuk kehidupan malam di Gili Air. Ia juga sempat menawarkan saya untuk ikut berkaraoke di kafe. Di tempat ini juga banyak orang asing yang memang tinggal untuk waktu yang agak lama, sehingga mereka menyewa kamar berbulan-bulan bahkan tahun. Saya juga melihat ada sekolah dasar di tempat ini.
“Ada sekolah disini?”
“Iya ada kok,.”
“Sekolah SD aja nih yang ada disini?”
“Ada kok SMPnya juga”
Saya senang ketika melihat ada sekolah di pulau-pulau kecil, itu artinya pendidikan masih menjadi prioritas di tempat-tempat yang kadang terpinggirkan ini. Karena bagi saya, pendidikan adalah hak dari setiap manusia dimanapun mereka berada. Untuk memperoleh haknya, tentu mereka membutuhkan fasilitas baik itu guru, buku, maupun kemudahan mengakses sekolah itu sendiri.
“Mba, nanti jalan aja susur pantai, tar ketemu kok darmaga tempat mba turun tadi dan bisa balik ke penginapan lagi. Saya harus balik lagi”
“Oh iya mas, terimakasih” kemudian tinggallah saya sendiri bersama senja.
Saya berjalan menyusuri garis pantai yang memanjang dan sesekali mengabadiakan Sang dewi siang. Suara musik yang keras terdengar dari kejauhan menjadi backsound dari manusia-manusia yang sedang berpesta bersama senja.
Malam bergulir dengan cepat, pagi menyapa, dan tibalah saya beranjak dari tempat ini untuk kembali ke daratan Lombok. Saya memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar menikmati pagi terakhir di pulau kecil ini.
Inilah pagi yang menakjubkan itu. Saya disuguhkan pemanangan cantik dari alam dan manusia-manusianya.
Mari bersambung ke destinasi berikutnya…
Transportation and accommodation:
Gili Meno-Gili Air (ship): 35.000 IDR
Gili Air-Bangsal harbour (ship): 15.000 IDR
Hotel: 150.000 IDR/room
Price of meal: above 30.000 IDR
Salam,
Nunuz