Matarmaja, Madakaripura, Bromo dalam Cerita Perjalanan (Part 1)

“Ini cerita kali pertama saya keluar dari Jawa Barat, naik kereta ekonomi, pergi bersama orang yang tak dikenal, Backpacking, dan menemukan keluarga baru…”

Setelah sekian lama saya menunggu akhirnya berangkat ke Bromo juga. Kesampean deh keluar Jawa Barat pake kereta (ekonomi pula). Love it.

Bromo sudah tak asing ditelinga saya,  banyak orang menyebutnya negeri diatas awan dan pasir berbisik. Tempatnya indah banget, sampai sering digunakan untuk syuting film, atau FTV (ketauan suka nonton).

Matarmaja

Hari jumat (14/10/2011) saya berangakat dari Bogor menuju statsiun Kota Jakarta Pukul 9.00 WIB, bersama Risma (temen BPI Bogor, baru kenal juga sih) tapi kita mampir dulu ke tempat sodaranya Risma. Alhasil nyampe Stasiun Kota jam setengah 1 siang. Di statsiun kota saya dan Risma bertemu temennya Risma, namanya Ita (Risma juga baru tau orangnya ternyata..hoo). Perjalanan kami lanjutkan ke statsiun senen menggunakan angkot M.12 dengan ongkos 3000 rupiah (ongkos nembak karena ga tau dan malas tanya). Kami pun tiba pukul setengah 2 siang distatsiun senen dengan hati dag dig dug, khawatir ditinggal kereta.

Pencarian orang pun dimulai, Risma sibuk teleponin Silfi (Leader trip ini yang jauh-jauh dateng dari Padang). Akhirnya  kami bertemu dan berkenalan dengan rekan-rekan seperjalanan. Karena bawaan saya yang berat, akhirnya saya memutuskan mencari tempat duduk. Kami (Saya, Risma, Ita) yang terlalu lelah karena berkejaran dengan waktu duduk disembarang tempat, kami bingung mana tempat duduk yang berpenghuni dan mana yang tidak. Eh memang saya beruntung, ternyata tempat itu beneran belum berpenghuni dan cukup untuk 3 orang. Jadilah kami duduk dengan lebih tenang.

Perkenalanpun terus berlanjut (jujur saya lupa terus namanya). Setelah lumayan agak lama, barulah saya bisa mengingat satu persatu teman sebangku saya, teman disebrang bangku, dan di belakang bangku. Rombongan kami cukup banyak hampir 60 orang. Anggap aja sewa gerbong kereta.

Stasiun demi stasiun terlewati, kami mulai akrab dan berani becanda-becanda (re: ngata-ngatain tepatnya) dan membuat ribut satu gerbong. Foto-foto dengan teman baru. Perjalanan kali ini agak menyiksa bagi saya, karena saya ga bisa nyicipin makanan dikereta, perut lagi bermasalah gara-gara si Salmonella typosa.

Kegaduhan dan celaan demi celaan terus berhamburan. Dan korban celaan kita ya ga jauh-jauh, korbannya adalah Tata cowok satu-satunya di bangku kita yang lama-kelamaan diketahui bahwa di adalah tukang tidur kelas kakap. Pizz Tata 🙂

Saya menyadari, petemuan dengan mereka adalah takdir. Yang membawa saya pada pertemuan-pertemuan lainnya.

Sempat ada tragedi digedor bapak-bapak di kereta gara-gara ribut, diusir sama bapak-bapak bagian dapur kereta gara-gara kelamaan duduk-duduk di gerbong tempat makan (gerbong restorasi). Ditambah lagi, saya yang dengan senonoh menggelar matras dan tidur di antara dua kursi di kereta. Ternyata enak juga, nyenyak.

Tapi tak lama, berasa ada yang mau nginjek, akhirnya saya tebangun.  Setelah ditelusuri siapa yang hampir menginjak saya, Iip lah tersangka utamanya. Saya akhirnya duduk dan berganti posisi dengan Ita.

Selain Ita, Risma, dan Tata, saya duduk berhadapan dengan Mba Frita dan Dian. Frita dan Dian adalah partner saya mencela Tata. Mereka anaknya seru dan tentunya ga kalah rame dengan saya.

Malam berlalu dengan kesibukan mengatur posisi tidur di kereta (ada Fajar sang cowok bangku sebelah yang baru dikenal nemplok kayak cicak di bangku kita dan berhasil menghimpit dian dengan ketidak beresan tidurnya). Pizz Jar 🙂 Hai Mr. Spongebob.

Karena ga bisa tidur alhasil saya ngobrol lah ama Mego (cowok yang lagi duduk sendiri gara-gara ditinggal ceweknya (Rini) tidur). Obrolan mengalir deras diantara saya dan Mego, mulai topik naik gunung sampai politik. Setelah obrolan yang cukup panjang dan tukeran FB diketahuilah bahwa Mego  ternyata adalah temennya temen kuliah saya. Subuhpun menjelang, matahari pun terbit, dan Malang Kota Baru tak lama lagi akan kami singgahi.

Udara Statsiun Malang Kota Baru akan segera kami hirup. Tepat jam 7  (15/10/2011) sampailah kita di Malang. Ya ampun sampai juga saya di Malang. It is very exciting for me. OMG bau-baunya apel malang dah kecium nih (Agak berlebihan memang, yang ada bau saya yang belum mandi). Perjalanan Statsiun Senen ke Malang Kota Baru kami tempuh dengan Kereta Ekonomi Matarmaja selama 16 jam.  🙂

Sesampainya di Malang orang-orang sibuk bebenah diri biar lebih fresh dan terlihat kece. Nah saya malah sibuk minta Tata fotoin, saya terlihat layaknya gemel di Stasiun kereta. Tetap mempertahankan diri untuk tidak mandi. 🙂

Tata, Saya, Dian, Frita, dan Arief
Tata, Saya, Dian, Frita, dan Arief

Jam 8 telah tiba, waktunya menuju Probolinggo untuk mengeksplore air terjun Madakaripura.

Madakaripura

Setelah 3 jam berlalu didalam elf nan panas, dan bahu yang pegal (ada yang nemplok tidur dibahu saya), sampailah kami di Madakaripuran. Air terjunnya Madakaripura indah banget dan berlapis-lapis. Kita harus melewati terowongan dan sedikit diguyur air terjun baru lah  akan sampai di air terjun yang utama. Saya melihat biasan air dan cahaya yang serupa dengan pelangi..cantik.

Madakaripura
Madakaripura
Ramai pengunjung
Ramai pengunjung

Karena banyak teman-teman yang tadi main air di Madkaripura, jadilah antri di Toilet buat pada mandi. Saya sebenernya males mandi, karena emang badan ga basah, males antre, dan intinya males mandi lah. Karena khawatir aroma-aroma tak sedap mengganggu saya pun ikut mengantri. Emang dasar ga boleh mand, alhasil saya ga kebagian waktu. Kami harus bergegas meninggalkan Madakaripura menuju Bromo.

Saya melanjutkan perjalanan ke Bromo tanpa mandi. Saya pun duduk samping jendela dengan angin semilir nan dingin menerpa tubuh saya.

“Nih yang ujung-ujung kita, ga mandi nih di, mana deket jendela lagi” Frita mengawali obrolan

Saya dan Tata, pasang senyum, dan nyengir tanpa dosa. “hehe..”

Bromo

Waktu tempuh Madakaripuran – Bromo tidak begitu lama, sekitar 1 sampai 2 jam saja. Sesampainya di Bromo kami sempat meliat sunset, walau agak terlambat. Karena sudah ngerasa ga nyaman sama pakaian saya, saya dan Risma mencoba mencari Toilet. Pencarian Toilet di mulai. tambah satu personel lagi, tak lain tak bukan Tata, yang sama-sama belum mandi. Toiletnya jauh, usaha banget nih, dan bodohnya saya dan Tata, kita masih bawa-bawa tuh tas dipundak seberat 9 kg. Kurang ngaco apa lah ini. 🙁

Menjelang malam di Bromo
Menjelang malam di Bromo

Setelah menemukan toilet, ternyata itu bukan toilet yang dibutuhkan Risma. Pencarian toilet dimulai lagi. Alhamdulillah ketemu toiletnya. Sambil menunggu Risma, saya membeli minum di warung sebelahnya, dan duduk-duduk menikmati lautan bintang. Indah banget, tapi ga seindah julukan Tata malam itu. Kami nobatkan ia sebagai Hero of  Toilet (sumpah ga banget).

Waktunya balik ke Camp, api unggun telah menyala dan sesi perkenalan dilakukan, yang disambung dengan makan malaam, dan diakhiri dengan Tidur. Saya memutuskan tidur dengan cepet karena perut saya berulah kembali, saya masuk angin sepertinya (*norak ga bisa kena kipas angin di kereta).

Api Unggun Pengusir Dingin
Api Unggun Pengusir Dingin

Malam berlalu dengan ketegangan, gara-gara saya kaget dengan bunyi kembang api yang menyerupai letusan gunung. Sedikit parno, karena Bromo masih aktif. saya mendengar nama depan saya disebut berulang-ulang, karena ternyata Mba Silfi sang leader yang asli padang lagi belajar mengeja nama saya yang pengejahanya sunda.

Kemudian saya melanjutkan tidur kembali. Bersambung…

Baca Juga: Matarmaja, Madakaripura, Bromo dalam Cerita Perjalanan (Part 2)

1 comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *