“Jarak dan waktu tak kan berarti, asal kau tetap selalu dihati, bagai detak jantung yang kubawa kemanapun ku pergi…”
Waktu masih pagi ketika saya tiba di Gili Meno. Saya turun dari kapal dan saat menginjakkan kaki di Gili Meno saya langsung jatuh hati dengan tempat ini. Bagaimana tidak, setelah melihat Trawangan yang penuh, ramai, akhirnya saya menemukan pulau yang sepi, tenang. Saking senangnya, saya langsung berlari-lari kecil di pantai berpasir putih dengan carriel masih melekat di pundak saya.
Saya senyum-senyum sendiri melihat indahnya tempat ini, takjub, senang, bahagia, terharu, campur aduk. Saya memang mencintai ketenangan, tapi kalau tempat seindah ini hanya dinikmati sendirian sayang juga. *Sori Baper
Masih dengan wajah yang sumringah saya foto di depan landmark Gili Meno. Puas berfoto saya mampir ke sebuah bangunan terbuka di pinggir pantai, persis di belakang landmark ini, yang ternyata tempat penangkaran penyu. Saya melihat banyak tukik-tukik sedang beranang di kolam. Jika saya perhatikan dari bentuk karapas (cangkangnya) sepertinya ada dua jenis tukik yang sedang asik berenang dan makan di kolam ini. Salah satunya adaah penyu hijau (Chelonia mydas).
Puas melihat tukik, saya melanjutkan berjalan kaki mencari pasir yang landai di bawah pohon rindang. Saya menggelar kain pantai dan berbaring diatasnya. Kapal-kapal yang hilir mudik membelah pantai, langit yang cerah, serta pemandangan bukit yang aduhai, menambah elok tempat ini.
Entah kenapa tiba-tiba lagu RAN yang berjudul Dekat di Hati terngiang di benak saya. Otak saya mendendangkan lagu tersebut selama di Gili Meno. Mendadak saya tersadar.
“Tempat seindah apapun, akan terasa kurang jika tak ada kawan untuk berbagi. Tak ada orang yang hanya sekedar mendengar ketika kamu berteriak, Wow keren banget tempat ini, indah banget. Semua teriakanmu hanya akan hilang tersapu angin dalam kesendirian”
Dari tempat saya berbaring, saya melihat dua wanita bule sedang selfie berkali-kali menggunakan kamera pocket. Mereka sesekali menyapa penumpang kapal yang melintas.
“Gili Meno itu jauh lebih sepi dari Trawangan, yah 180 drajat berbeda, mau tau kenapa?”
Karena Gili Meno adalah pulau yang pelancongnya biasanya hanya pasangan-pasangan yang sedang Honeymoon. Karena itu yang menginap disini sedikit dan desain penginapannya pun lebih private. Selain itu, jika pelancong yang akan ke Gili Meno dari Trawangan, biasanya mereka hanya Hopping Island dan kembali ke Trawangan sore hari. Sekedar hanya ingin berenang atau bersantai setelah asik bersnorkling.
Hari itu saya pun melakukan hal yang sama, bedanya saya akan berpindah ke Gili Air sore hari. Sebelum berpindah pulau, saya menyempatkan diri ke Gili Meno Bird Park. Jika dari darmaga, kalian harus masuk ke area lebih dalam sebelah kanan, menuju pemukiman sejauh kurang lebih 500 meter. Jika kebingungan, tanyalah dengan pengemudi-pengemudi cidomo yang sedang parkir di darmaga. Mereka akan memberi tahu kalian dengan sangat jelas. Termasuk menawari kalian berkeliling Gili Meno menggunakan cidomo seharga 150 ribu rupiah. Sedikit info, di Gili Meno tak ada penyewaan sepeda, karena jalanan disana pasir semua.
Di Bird Park ini banyaknya burung-burung dari Australia, maklum saja karena pemiliknya merupakan warga Australia. Kita di perbolehkan berfoto bersama dengan burung-burung catik disini. Tak usah khawatir, semuanya aman, karena sang guide sudah terlatih, dan memastikan semuanya aman.
Saat saya mengobrol dengan guide di Bird Park ini, saya ditawari menginap di penginapan yang masih satu kawasan dengan Bird Park. Harganya murah meriah, 50 ribu per orang untuk sebuah kamar yang ditempati oleh 3 orang. Harga tersebut senilai dengan tiket masuk ke Bird Park untuk satu orang.
Setelah puas melihat koleksi burung disini, saya berpamitan untuk meneruskan perjalanan mengeksplore Gili Meno. Saya menyusuri pantai, tanpa carriel di punggung saya. Saya menitipkannya pada ibu pemilik warung makanan di dekat darmaga sebelum ke Bird Park. Jadilah langkah saya lebih ringan. Saya sibuk mengabadikan Gili Meno dari setiap sudutnya. Penginapan-penginapan disini lebih banyak yang semi permanen, dan beberapa benuansa reggae, serta tak banyak bar-bar di pinggir pantai.
Menyebranglah dari Gili Trawangan ke Meno pada pagi hari jika tidak akan menginap, dan kembali ket Trawangan sore hari, atau menyebrang ke Gili Air di sore hari pula. Karena Kapal untuk menyebrang, hanya dua kali dalam sehari.
Gili Meno meninggalkan kesan tersendiri di hati saya. Saya jatuh cinta dengannnya, dengan keindahan dan ketenangannya. Layaknya Cinta, meskipun jauh dimata, namun akan selalu dekat dihati.
Bersambung ke Gili Air ya…
Tiket kapal Gili Trawangan Ke Gili Meno 35 ribu
Tiket Bird Park 50 ribu
Tiket kapal Gili Meno ke Gili Air 35 ribu