Seuntai kata yang sering saya dengar atau bahkan saya baca di berbagai tempat bahkan kesempatan. Sibuk mengejar impian, kadang memaksa saya untuk menjauh dari hingar bingar kehidupan orang “normal” lainnya. Hingga pada suatu ketika, saya berpikir. “Kok hidup gue monoton ya? kesannya ga guna gitu, sibuk aja mikirin diri sendiri”.
Ketertarikan akan kegitan sosial sebenarnya sudah lama hinggap dihati saya, hanya waktu saja yang belum tepat. Tepatnya, saya belum menciptakan waktu yang tepat untuk itu. Hingga pada suatu ketika saya memberanikan diri untuk bergabung dengan Kelas Inspirasi sebagai fotografer (padahal biasa foto hewan doang). Yup, karena jujur sebenarnya ingin ikut Indonesia Mengajar, tapi keputusan yang saya ambil membuat saya harus “Belajar” terlebih dahulu, sebelum kelak mengajar, mungkin.
Pertama gabung di Kelas Inspirasi Bogor 2 (KIB 2), kemudian KIB 3, hingga berujung ke KI Sukabumi ini. Gabung di KI yang alih-alih menyebaar inspirasi kepada Anak Sekolah Dasar mengenai impian, malah menjadi hari inspirasi bagi diri saya sendiri. Saya belajar banyak dari kegiatan ini. Salah satunya, masih banyak orang Indonesia yang peduli dengan negaranya. Dan ternyata pendidikan tetap menjadi barang mahal di negara saya.
Potret pendidikan Indonesia yang ternyata masih abu-abu, terlalu sedih jika saya sebut gelap, membuat saya sadar, I’m lucky girl (Jadi harus beres kuliahnya). Banyak teman-teman dari berbagai profesi yang akhirnya saya kenal. Hingga saya sempat berfikir ulang apa itu impian dan cita-cita, apa sebenarnya cita-cita saya?
Kelas Inspirasi Sukabumi merupakan KI ke tiga yang saya ikuti. KI diluar kota tempat saya berdomisilir hingga ada kesan lain singgah di hati dan ingatan saya. Mulai dari email konfirmasi kelompok yang tak kunjung ada, hingga tugas sebagai relawan fotografer yang saya tak tahu, maklum tak tergabung dengan grup Whatsup dokumentator. hikz
Akhirnya saya coba menghubungi Contact Person yang tersedia. Siti Lutfah namanya, hingga tanpa sengaja kami bertemu di Stasiun Paledang saat menunggu kereta ke Sukabumi. Obrolan ngalor ngidul pun tercipta hingga akhirnya malah ngobrolin traveling dan gunung. Yah daripada bete nunggu kereta yang telat lebih dari satu jam. And you know, ternyata mba ini bukan sembarang panitia, tapi Ibu Ketua dari KI Sukabumi yang kece ini. #Salut #naikgunungbarengyuk #barutahupaspenutupanacara #maafgagaul
Sesampainya di Sukabumi, saya dan Gustra (Travel agent, yang jauh-jauh dari palembang), teman satu kelompok di SDN Cibeureum Hilir 3, dijemput oleh Bang Yudi (Dosen) dan Mba Alif (Travel guide, Pekalongan) yang tak lain teman satu kelompok dan mereka yang akan menjadi inspirator. Malam hari bertemu sang fasilitator KI Sukabumi yang baik hati, bawain makanan yang tak lain adalah Kang Angga (Banker, Asli Sukabumi), kemudian disusul oleh kehadiran Mas Cahyo (HRD) di rumah kos Bang Yudi.
Esok hari, kami (Saya, Gustra, Mba Alif, Mas Cahyo, Kang Angga, Bang Yudi, dan dua orang yang baru kenalan Bang Ombi sang ekonom dan Bang Huzair sang pengebor minyak) bergegas menuju SDN Cibeurem Hilir 3. Maklumlah dua orang terakhir dan beberapa teman yang akan saya temui, baru tiba Sukabumi puku 00.30 waktu Sukabumi, karena kereta telat hingga 3 jam.
Entah kenapa, kami baru kenal tak sampai 24 jam, tapi terasa sudah kenal lebih dari itu. Kami heboh berkenalan satu sama lain, ada Karla (Drg), Mba Desy (Marketing), Mba Ea (EO), Mba Ayu (Analis Kimia) dan Mba Dila (Guru SMK), serta Wido (Fotografer) yang tak lain satu almamater dengan saya.
Beragam profesi yang kami punya menyatukan kami hari itu untuk tujuan yang mulia, menginspirasi generasi penerus bangsa. Dengan Tagline “Membangun Mimpi Anak Indonesia”, kami diterima dengan sangat baik oleh bapak kepala sekolah Pak. Jejeh Zaenal SP.d dan guru-guru setempat. Kami disambut dengan tepuk pramuka hingga tepuk anak soleh, kemudian dinyanyikan sebuah lagu. Yang mau tak mau membuat saya tersenyum, membuat hati saya senang, bahkan terlalu sayang jika tidak diabadikan.
Ternyata bahagia itu sederhana yah. Membuat orang lain tersenyum aja cukup.
Acara dimulai dengan sambutan dan perkenalan diantara kami dan guru-guru setempat. Kemudian dilanjutkan dengan senam pinguin yang cukup membuat segar di wajah, karena saya hanya tersenyum ketika mengabadikannya lewat video.
Satu persatu rombel alias rombongan belajar memasuki kelas masing-masing dan didampingi kakak inspirator, dan waktunya saya bekerja. Menangkap momen, membekukan kenangan dan memperpanjangnya untuk terus dikenang sebagai jejak langkah positif dari mereka yang peduli dengan negeri ini.
Alunan ayat suci menyeruak dari setiap kelas. Rupanya di sekolah ini memiliki kebiasaan untuk melantunkan beberapa ayat suci sebelum melakukan proses belajar mengajar. Subhanallah banget.
Senyum anak-anak yang tulus, cita-cita mereka yang beragam semoga kelak menjadi hal yang bisa mereka wujudkan.
Pendidikan bukan menyoal tentang Ilmu pengetahuan semata, namun juga sikap.
Ada satu momen yang membuat saya malas beranjak, dimana ketika salah seorang inspirator, tepatnya Mas Cahyo bertanya:
“Kalau naik motor harus pakai helm kenapa?”
Mayoritas dari mereka menjawab takut ditilang polisi. Jawaban yang tak salah sebenarnya. Karena pendidikan kita mengajarkan punishment atas kekeliruan. Dan itulah yang anak-anak ingat. Hukuman, hukuman dan hukuman.
Sang Inspirator menjelaskan dengan cara yang saya kira mudah dimengerti untuk ukuran anak-anak:
Ia menjatuhkan helm ke lantai, dan menunjukkan bahwa helm itu tidak pecah. Ia menjelaskan helm melindungi kepala dari benturan keras jika terjadi kecelakaan. Jadi pergunakan helm untuk melindungi diri, bukan karena polisi.
Anak-anak dilatih untuk peduli dengan diri mereka bukan takut akan hukuman. Ya sebaiknya memang seperti itu.
Karena kadang hukuman membuat anak tak mau berbuat apapun karena takut salah. Salah = Dapat Hukuman, Diam = Aman dan selamanya kita dilatih untuk tidak kritis. Alasannya Takut Salah.
Duh maaf jadi kemana-mana, balik lagi soal Kelas Inspirasi. Saya berharap kelak Pendidikan Indonesia lebih baik dengan banyaknya inspirasi mengenai alternatif impian bahkan muatan-muatan sikap yang baik yang seharusnya memang ditanamkan sejak dini. Karena dari kita tak semuanya akan menjadi dokter, polisi, ahli matematika, atau bahkan ahli nuklir sekalipun. Tapi, tiap-tiap dari kita butuh sikap yang baik untuk menyikapi profesi kita kelak dengan lebih bijak.
Salam Inspirasi,
Nunuz
1 comment