Bagaimana tidak, tanjakan ini akan mengantar kita pada bukit yang menyuguhkan keindahan surganya Gunung Semeru.
Ada satu mitos yang berkembang dikalangan pendaki tentang tanjakan ini. Sebuah tanjakan yang cukup terjal, yang berlokasi di bagian barat Ranu Kumbolo. Konon katanya, jika saat mendaki tanjakan ini, kalian mengingat seseorang yang kalian cinta, dan terus berjalan maju hingga tanjakan berakhir tanpa menoleh ke belakang, cinta kalian akan berakhir bahagia.
Mungkin banyak dari kalian yang ketika mendaki Gunung Semeru dan melewati tanjakan ini melakukan hal yang demikian? Ayo ngakuk, ngaku. Haha
Saya pada akhirnya mengerti mengapa mitos itu ada. Karena satu alasan, keindahan Ranu Kumbolo yang tersaji di belakang kalian tak akan mengijinkan kalian untuk menikmatinya hanya dalam satu detik saja.
Analoginya, jika banyak pendaki berhenti ditanjakan tersebut lantaran terpesona oleh Ranu Kumbolo, bakalan macet tuh ditanjakan. Mereka bakalan berhenti, balik badan, dan tentunya tak lupa mengabadikan pemandangan dalam kamera masing-masing. Dan itu akan menyulitkan pendaki lain yang ingin lewat. Sedangkan pada saat menanjak bukankah beban di punggung akan terasa lebih berat? dan dikhawatirkan keseimbangan tubuh akan terganggu. Bisa-bisa terguling dan meluncur bebas ke bawah.
Tanjakan cinta membuat saya jatuh cinta berkali-kali. Tak jauh setelah melewati tanjakan cinta, kita akan disuguhkan indahnya padang lavender Oro-oro Ombo. Warna ungu mendominasi lembah yang dilingkupi bebukitan nan hijau. Eits, yang ungu belum tentu lavender loh, Verbena brasiliensi Vell. nama bunga tersebut. Mari berfoto dengannya, kita narsis bersama.
Baca Juga: Oro-oro Ombo, Magnetnya Gunung Semeru
Puas berfoto kami memutuskan kembali, tanjakan cinta kali ini akan kami turuni. Ketika sampai di mulut tanjakan (dari arah Oro-oro Ombo), saya mencoba menyusuri jalan setapak ke arah kiri. Mencari posisi untuk dapat menikmati Ranu Kumbolo yang kala itu tengah sepi.
Dari atas sana saya dapat menyaksikan semua aktifitas di Ranu Kumbolo, ada yang datang, ada yang pergi, ada yang sedang berkemas, dan ada yang baru besiap mendirikan tenda untuk beristirahat. Tanjakan cinta pun cukup sepi, hingga beberapa dari pendaki duduk-duduk di sisi-sisi jalurnya. Mungkin banyak pendaki yang memutuskan untuk tidak melanjutkan ke Kalimati lantara cuaca sedang tidak mendukung. Seperti yang tengah kami lakukan.
Kabut perlahan turun mengubur Ranu Kumbolo dalam-dalam. Kemudian beranjak pergi dan membiarkan saya menikmatinya. Hari itu memang gerimis tak kunjung usai, tapi saya senang, karena bisa berlama-lama menghabiskan waktu di Ranu Kumbolo, tanpa harus terburu-buru mengejar Mahameru.
Dari atas tebing saya tak henti mengagumi panorama yang tersaji. Kamera tak saya biarkan lepas dari genggaman. Hari itu Ranu Kumbolo terasa hangat, sehangat rasa jatuh cinta pada Tanjakan Cinta di hati saya.
Baca Juga: Ranu Kumbolo: Seperti mimpi yang terbayar lunas
Mari berkelana, bahagia!