Bagi kalian pencinta sejarah dan penyuka museum, Museum Multatuli menjadi destinasi wajib jika sedang berwisata ke Kota Rangkasbitung.
Baru-baru ini Kota Rangkasbitung punya tempat wisata yang asik ditengah kotanya, tepatnya di Jl. Alun-Alun Timur No.8 Rangkasbitung, Lebak. Sebuah museum, yaitu Museum Multatuli, baru saja diresmikan per tanggal 11 Februari 2018. Museum yang dibagun dibekas kantor dan kediaman Wedana Lebak tahun 1920-an, seluas kurang lebih 1.800 meter persegi ini, menjadi museum antikolonial pertama di Indonesia.
Multatuli sendiri diambil dari nama pena Eduard Douwes Dekker, Asisten Wedana Lebak, yang merupakan penulis Max Havelaar (1860). Lewat karyanya, pria kelahiran Amsterdam 2 Maret 1820 ini, menceritakan bagaimana penindasan dan ketidakadilan yang terjadi di daerah selatan Banten yang dilakukan oleh kolonial Belanda dan bupati setempat.
Karya yang berupa roman tersebut pada akhirnya mengisnpirasi tokoh-tokoh di Indonesia untuk mengenal penjajahan, hingga menyadarkan mereka bahwa Hindia Belanda sedang dijajah dan mereka harus melawannya. Hingga timbulah pemberontakan-pemberontakan dan perlawanan-perlawanan terhadap Kolonial Belanda.
Pertengahan Februari lalu, saya berkesampatan untuk main-main ke Museum Multatuli ini. Ada apa saja di sana, yuk kita simak!
Ada apa saja di Museum Multatuli?
Memasuki kawasan museum kita akan disambut dengan patung Multatuli yang sedang membaca buku yang disamping terdapat rak-rak buku, serta patung Saijah yang sedang berdiri tegak sedangkan Adinda sedang duduk dikursi panjang sambil memandangi rak buku. Patung-patung karya Dolorosa Sinaga tersebut, kesemuanya bermaterial tembaga.
Sebelum memasuki bangunan museum, kita terlebih dahulu melewati teras atau pendopo yang cukup luas dengan tiang-tiang kayu yang cukup banyak, bertegel corak klasik, dan berlampu gantung khas tempo dulu. Berasa banget tempo dulunya 🙂
Memasuki ruangan museum, saya disambut dengan sepenggal kalimat “Tugas Manusia Adalah Menjadi Manusia”, yang disampingnya terdapat wajah Multatuli. Saya dipersilahkan untuk mengisi buku tamu saja tanpa ada tiket masuk, karena masih gratis.
Karena hari itu sedang ramai pengunjung dari sekolah, akhirnya saya ikut serta dengan mereka dan mendengarkan pemandu yang mengajak kami berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain dengan segala penjelasan yang menarik tentang museum ini.
Pak Ubai, yang tak lain merupakan Kepala Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak, turun langsung sebagai pemandu dan bercerita bahwa museum ini terdiri dari tujuh ruang pameran dan memiliki ruang audio visual semacam theater kecil.
Memasuki ruang theater, kami disajikan video yang menggambarkan bagaimana awalnya kolonial Belanda datang ke Indonesia. Mereka datang melalui perdagangan cengkeh, pala, kopi, lada, dan kayu manis. Nah, diruangan ini juga terdapat replika kapal yang digunakan kolonial Belanda. Hingga lahirlah yang namanya tanam paksa di selatan Banten yang disebut Cultuurstelsel.
Kami kemudian digiring masuk kesebuah lorong kecil, dan akhirnya tiba diruangan yang beisi kopi dan peta sebaran perkebunan kopi di Indonesia. Ada biji-biji kopi, alat giling, alat tumbuk, dan lain-lain yang berbau perkopian. 🙂
Ruang berikutnya adalah ruang Multatuli, yang berisi foto-foto tokoh yang terinspirasi oleh Multatuli. Multatuli menulis Max Havelaar, yang pada akhirnya menyadarkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, R.A Kartini, Pramudya Ananta Toer bahwa penjajahan itu buruk. Akhirnya timbullah perlawanan dan pemberontakan.
Pengelola museum telah bekerjasama dengan Belanda (Multatuli Genootschap) untuk pengadaan artefak-artefak di Museum ini seperti Max Havelaar edisi pertama berbahasa prancis, ubin bekas kediaman Multatuli, litografi multatuli, dan peta Rangkasbitung tempo dulu. Selain itu, dimuseum ini terdapat buku Max Havelaar berbagai bahasa dan surat-surat Multatuli untuk Belanda.
Nah, di ruangan merah, terdapat gambaran-gambaran pemberontakan rakyat terhadap kolonial, salah satunya untuk mempertahankan lahan pertanian. Bacalah, niscaya kalian bertambah pintar dan menawan 🙂
Baca Juga :Perpustakaan Saijah Adinda, Perpustakaan Daerah Terbesar Di Banten
Ruangan berikutnya bercat cokelat menampilkan rentang sejarah Kabupaten Lebak. Terdapat surat keputusan atau staatsblad pembentukan Kabupaten Lebak tahun 1828. Kemudian disusul dengan foto-foto Lebak tempo dulu, serta replika prasati yang terdapat di Kabupaten Lebak.
Ruangan terakhir yang saya kunjungi berisi potret-potret orang Rangkasbitung. Orang-orang hebat keturunan Rangkasbitung atau mereka yang terinspirasi dari Rangkasbitung. Salah satunya Rendra, yang menulis puisi “Orang-orang Rangkasbitung” yang puisinya juga diputar diruangan ini.
Saya suka dengan tata letak dan desain interior museum ini. Kalau kata kids zaman now, museum ini tuh instagramable banget. Jadi, bisa lah sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Sekali berkunjung, pengetahuan akan sejarah bertambah, koleksi foto untuk feed instragram bertambah pula. Jalan-jalannya jadi berfaedah banget kan ya 🙂
Baca Juga:Yuk Berkunjung Ke Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama
Untuk kalian yang tertarik kesana, berikut informasi yang wajib kalian ketahui:
Jam oprasional dan tiket masuk?
Senin dan Libur Nasional, Tutup.
Selasa sampai Minggu, Buka pukul:
- Selasa sampai Kamis: 08.00-12.00 WIB dan 13.00-16.00 WIB
- Jumat: 08.00-11.30 WIB dan 14.00-16.00 WIB
- Sabtu dan Minggu: 09.00-12.00 WIB dan 13.00-16.00 WIB
Tiket: Gratis
Bagi pengunjung dari sekolah, lembaga, dan biro perjalanan diharapkan untuk menyampaikan surat pemberitahuan secara resmi kepada: Kepala Museum Multatuli Lebak, web: www. museummultatuli.id, telepon: 082244547542.
Transportasi menuju Museum Multatuli?
KRL Tanah Abang-Rangkasbitung : 8K (sekitar 2 jam)
Angkot Kalijaga- Aweh : 4K (sekitar 5 menit)
Atau, kalian bisa memilih jalan kaki dari Stasiun Rangkasbitung menuju alun-alun sekitar 15 menit.
Baca Juga: Liburan ke Banten lebih mudah dengan KRL
Museum bagi saya lumbung pengetahuan, yang ketika masuk didalamnya, kadang berbuah pertemuan-pertemuan jawaban atas pertanyaan atau menyisakan tanda tanya untuk kita kaji bersama.
Oh ya, saya mau berterima kasih kepada Pak Ubai untuk diskusinya yang menarik dan hadiah bukunya untuk saya. Lain waktu, saya main lagi ke museum. Banyak hal yang ingin saya tahu tentang Lebak dan Rangkasbitung. Siapa tahu kita bisa mengkaji Rangkasbitung dengan perspektif berbeda.
Mari Berkelana, Bahagia!
18 comments
Terimakasih untuk informasi nya kak. Suatu hari saya mesti nih ke sana…
Yup. harus banget.. bisa one day trip dari jakarta.
Tempat menarik, tp apakah cukup utk menarik minat para millenials..
Let see..
Sepertinya sih begitu kak Deny. Setidaknya Rangkasbitung memulai mengenalkan sejarah untuk anak mudanya.. 🙂
infonya bagus, kapan2 pengen ngajak anak-anak kesana buat belajar sejarah bareng ..
Yup mba. Belajar sejarah dari kecil 🙂
Kenapa saat libur nasional tutup ya, biasa nya kan libur nasional ialah hari yang di nanti para traveler.
Sepertinya hampir semua museum tutup disaat libur nasional. Mereka pengen liburan juga kali mas.
Mungkin bisa diusulkan ke pengelola museum, biar ga libur. haha
Saya yang termasuk senang banget dengan kehadiran Museum Multatuli ini. Sekarang kalau jalan-jalan ke Rangkas Bitung ada yang dilihat, bisa mengenang kembali Dewes Deker (maaf penulisan namanya kurang tepat). Membaca-baca sejarah yang pernah terjadi di sana. Selamat kepada Kabupaten Lebak ya..
Iya bener banget Mba, kalau ke Rangkas jadi ada tempat main yang seru. hehe
Museumnya masih tergolong baru banget ya mba.. Dari fotonya keliatan bagus juga interior dan tata letaknya. Jadi pingin ke Rangkasbitung dan baca Max Havelaar lagi.. 😀 Tfs ya mba jadi tau ada museum bagus ini..
Sama-sama. Iya masih baru. Makanya masih gratis tiket masuknya. Saya juga suka sama interiornya. Jadi betah lama-lama di Museum. 🙂
Kalo sekarang masih gratis juga kah masuknya? Bisa untuk referensi nih, nggak jauh dari Jakarta.
Setahu saya masih Mba Antin. Karena masih masa promosi. Iya dekat dari Jakarta. Tinggal naik KRL saja 😉
sebuah laporan kunjungan yang menarik dan bikin ingin sekali berkunjung ke sana! apalagi setelah beberapa waktu lalu baru selesai membaca Max Havelaar. hehe, salam.
Selamat berkunjung. Saya malah belum selesai-selesai membaca bukunya. hehe
salam