Siang itu saya tiba dirumah seorang kawan dibilangan Tanjung (27/10/2017), Lombok Utara. Sebuah bangunan bergaya tradisional khas Bali berdiri tegak menyambut kedatangan kami beserta penghuninya. Kami, saya dan adik, dipersilahkan duduk diberugak depan rumah setelah menaruh barang-barang didalam kamar yang disediakan. Saya pun berkenalan dengan semua penghuni rumah yang kala itu tengah sibuk mempersiapkan acara galungan beberapa hari mendatang.
Sore harinya, kami diajak pergi ke air terjun yang paling terkenal di Lombok. Air Terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Bagi kalian para pendaki Gunung Rinjani yang memilih jalur Senaru, tempat ini tentu tidak asing lagi. Karena sehabis turun dari Rinjani, bisa dipastikan ngademnya di air terjun ini. Sekeren apa tempat ini sampai terkenal sekali dan membuat saya penasaran sih, yuk kita intip!
Menjelang pukul 15.00 WIT, kami tiba dipintu masuk objek wisata air terjun ini. Awalnya, saya kira hanya akan ke Tiu Kelep, ternyata dapat bonus dua air terjun sekaligus. Yup, objek wisata air terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep ini berada dalam satu kawasan. Oke saya kudet 🙁
Setelah membayar tiket masuk seharga 5K/orang, kami berjalan menyusuri jalur yang sudah tersedia. Jalur yang kami lalui kadang mendatar, sedikit menanjak dan kadang menurun. Jalurnya sudah nyaman karena berbentuk anak tangga. Sekitar 15 menit kemudian kami tiba dipersimpangan jalan menuju air terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep. Karena mengejar waktu, khawatir kesorean, kami langsung melanjutkan perjalanan ke Tiu Kelep.
Air Terjun Tiu Kelep
Kami berjalan kearah hulu dengan kondisi jalur yang semakin menantang. Kami melewati jalur yang tak lagi bersemen, meniti anak tangga, melalui jalur irigasi, melewati hutan-hutan, bahkan menyeberangi beberapa anak sungai yang cukup besar dan berarus. Berkonsentrasilah saat melalui jalur-jalur ini, karena kadang kondisi jalur cukup licin.
Sepanjang perjalanan, kami cukup sering berpapasan dengan wisatawan yang lain yang akan kembali. Dari kejauhan sudah terdengar bunyi air yang deras, tanda air terjun yang kami maksud sudah dekat. Cukup ngos-ngosan juga sih treking ke air terjun Tiu Kelep ini. Apalagi sambil ngejar waktu macem gini. So, datanglah lebih siang ke tempat ini, karena butuh waktu kurang lebih 30 menit untuk sampai di Air Terbang atau dalam bahasa Sasak Tiu (air) Kelep (terbang).
Air terjun yang berada pada ketinggian 600mdpl dan memiliki tinggi sekitar 60 meter ini tepat dihadapan. Saya terpesona melihat keindahannya, menyesapi udara lembab disekelilingnya, membiarkan gemericik dan deburan air memenuhi gendang telinga. Percikan-percikan air membasahi beberapa bagian tubuh saja dan terasa segar. Ah, surga 😉
Kami duduk-duduk barang sebentar dan mengambil foto. Karena matahari sudah mulai redup, kami segera kembali dan mengejar waktu untuk mampir di Sendang Gile. Pasang langkah seribu guys! Khawatir kemaleman.
Air Terjun Sendang Gile
Sampai di Sendang Gile, kondisi sudah sepi, hanya ada beberapa turis asing. Mereka duduk-duduk ditemani beberapa monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang sibuk mengorek-ngorek tong sampah mencari sisa-sisa makanan. Mungkin lain kali sampahnya dibawa keluar kawasan aja kali ya, biar ga diacak-acak monyet-monyet itu. Miris banget liatnya 🙁 🙁
Air terjun Sendang Gile ini jauh lebih kecil dibandingkan Tiu Kelep yang ada dihulu dengan tinggi hanya separuhnya. Tapi, Air Terjun Sendang Gile yang berada pada ketinggian 486mdpl ini memiliki dua tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut menyebabkan seolah-olah air terjun tersebut menembus semak belukar, kemudian diteruskan kedasar.
Menurut saya, Sendang Gile lebih enak untuk dinikmati karena disekitarnya terdapat area yang cukup luas dengan beberapa kursi yang menyertainya. Banyak juga lapak penjual makanan yang ada di sana. Jadi bisa makan dan jajan sambil menikmati air terjun. Asik kan?
Selain kedua air terjun yang indah, ada hal yang saya suka dari perjalanan kami kali ini. Sepanjang perjalanan kami banyak mengorbrol tentang berbagai hal, baik itu tentang politik, diskriminasi, dan toleransi yang sedang hangat diperbincangkan kala itu. Obrolan-obrolan seperti itu membuat perjalanan lebih berwarna. Saya semakin tersadar jika kita terlalu sering mengkotak-kotakan tanpa pernah benar-benar paham tentang apa yang kita lakukan. Kita kadang terlalu mudah menilai sesuatu, padahal kita tidak benar-benar tahu.
Perihal Air Terjun dan semua hal yang ada di Bumi, kita patut berterima kasih pada Tuhan yang telah menghadirkan mereka untuk kelangsungan hidup kita. Selayaknya kita menjaga dengan sepenuh jiwa dan raga. Kebayang tidak kalau di Bumi tidak ada lagi air, tidak ada lagi pohon-pohon besar yang memberikanmu udara segar. Bagi kita manusia yang memiliki budaya dan kepercayaan yang berbeda, pastilah memiliki caranya sendiri-sendiri untuk berterima kasih pada semesta, kepada Tuhan Yang Esa.
Oh ya, jika kalian masih punya waktu banyak di daerah Bayan, kalian bisa mengunjungi Masjid Bayan dan Desa Segenter nan legendaris ini.
Mari berkelana, bahagia!
10 comments
Sendang gile lebih bagus y dari tiu kelep..
Wah, saya kudet juga nih. Moga kalo ke lombok bisa kesini..
Yup. Wajib mampir sih, apalagi kalau naik rinjani turunnya lewat senaru.
Sekilas air terjun Tiu Kelep mirip dengan air terjun Madakaripura di Probolinggo.
Tapi tetep sih bagusan Madakaripura. Ada sensasi masuk lorong tebing buat sampai ke Madakaripura yang bikin seger.. hihi
Saya langsung cek kalender, pengen liat langsung ke sana… Tks kak infonya
Sama2, selamat berlibur 🙂
Save ah buat next destination
Wajib save Mba.
Kalo diliat dari foto, kayaknya lebih bagus tiu kelep yah dibanding sendang gile.. Hehe.. Tiu kelep kayaknya lebih adem, lebih asri, enak banget diliat. Biasanya jalan menuju air terjun itu susah diakses, tapi disana enak yah udah dibuat tangga. Mudah-mudahan diberi kesempatan mampir. Hehe.
Iya lebih bagus Tiu Kelep, apalagi kalau debit airnya lagi tinggi. Akses ke Tiu Kelep agak susah juga sih Mas, harus ngelewatin sungai yang lumayan deras. Tapi ga difoto, ngeri kamera nyemplung. hehe