Semalam, saya tuntas membaca karya terayar Fiersa Besari berjudul 11:11 (dibaca: Sebelas-sebelas). Karya berupa Album Buku (Albuk) ini merupakan kolaborasi antara musik dan buku yang kalian bisa nikmati bersama. Putar lagunya, baca ceritanya agar berasa apa yang ingin disampaikan penulisnya. Albuk ini merupakan proyek keduanya setelah menelurkan Albuk pertamanya berjudul “Konspirasi Alam Semesta.”
Butuh kurang dari 24 jam untuk saya melumat habis sebelas cerita pendek dari buku ini diringi dengan lagu-lagu yang saya putar digawai. Saat membaca, ada rasa yang berbeda dengan Karya Bung kali ini. Seperti biasa, saya pun memberikan sedikit ulasan mengenai buku yang saya baca di Ig story. Saya menulis kalimat seperti dibawah ini untuk 11:11 Fiersa Besari.
“Buku Bung kali ini rasanya beda. Sepertinya Ia sedang berusaha keluar dari kebiasaan dan sayangnya saya terbiasa dengan gaya bercerita dibuku-buku sebelumnya. Dari sebelas cerpen, saya hanya suka dua. Harapan dan Senja Bersayap. Terlihat sekali dibuku yang berisi 11 cerpen ini Bung mencoba menyuguhkan hal baru dengan cerita-cerita imajinatif. Saya suka Bung apa adanya. Ada “Ruh” yang hilang dibuku ini. Ruh petualanganmu yang liar. Yang diterjemahkan dalam kata-kata yang selalu membuat berfikir ulang tentang hidup. Sepertinya saya harus terbiasa dengan perubahan-perubahan yang mengejutkan dikarya-karya Bung @fiersabesari berikutnya. Selamat untuk kelahiran 11:11.”
Dan… pesan bernada sama saya kirim pada seorang kawan yang sama-sama menggilai karya Bung baik itu musik, buku, ataupun video. Ia pun merasakan hal serupa dan kami bersepakat, Bung sedang mencoba hal baru dan berproses menjadi penulis yang hebat dan semoga kedepannya semakin mengukuhkan identitasmu ya Bung. 🙂
Buku setebal 302 halaman ini terdiri dari sebelas judul cerita pendek yang saya tangkap memiliki premis “pengorbanan untuk cinta”. AINY, Melangkah Tanpamu, Acak Corak, Home, Samar, Temaram, Kala, Glimpse, Harapan, I Heart Thee, Senja Bersayap bisa kalian nikmati cerita dan musiknya di Albuk seri kedua ini. Untuk musiknya sendiri, saya suka Melangkah Tanpamu, Samar, dan Temaram. Melangkah Tanpamu dan Samar sering saya dengarkan jauh sebelum buku 11:11 ini lahir.
Seperti biasanya, Bung memang jago memilih nama-nama tokoh untuk cerita-ceritanya. Nama tokohnya tuh bagus-bagus, seperti Api, Nirmala, Elipsis, Senggani, Arunika, Langgas, Suri, Mentari, Timur, Alegori, Shaki, dan nama-nama unik lainnya.
Menurut saya, beberapa cerita Bung dibuku ini tergolong standar jika dibandingkan karya-karya dia sebelumnya. Mengapa saya bisa bicara demikian? Cek Ulasan Karya-Karya Bung yang sudah saya nikmati hingga berbekas kehati. 🙂
Konspirasi Alam Semesta: Ketika Kata dan Nada Berpadu Mesra
Garis Waktu: Quote Ala Fiersa Besari
Catatan Juang: Menyentuh Hati Yang Paling Dalam
[Review] Arah Langkah-Karya Teranyar Fiersa Besari
Bung sudah identik dengan petualangan dimata saya, identik dengan cerita-cerita yang tajam, dengan pemikiran yang mengajak berpikir ulang tentang apa yang terjadi disekitar dan realitas sosial yang ada. Itu “Ruh” yang saya tangkap disetiap karyanya. Bung bukan sosok imajinatif dimata saya, karyanya pun lebih membumi dan realistis. Tapi kali ini didalam “Acak Corak, Samar, Temaram, Kala, dan I Heart Thee”, ia mencoba memainkan fantasi dan imajinasi.
Ia berimajinasi mengenai sosok Iblis dan Malaikat, Sosok Dewi, Sosok Bidadari, Dunia Virtual hingga Keajaiban permohonan untuk orang terkasih. Namun tetap, dalam buku ini pun Bung menitip pesan lewat kata-katanya yang menawan.
“Orang bilang, jodoh takkan ke mana. Aku rasa mereka keliru. Jodoh akan kemana-mana terlebih dahulu sebelum akhirnya menetap. Ketika waktunya telah tiba, ketika segala rasa sudah tidak bisa lagi dilawan, yang bisa kita lakukan hanyalah merangkul tanpa perlu banyak kompromi. “-hal. 30
Meskipun cerita-cerita dalam buku 11:11 ini tergolong sendu dan cengeng, Bung tak lupa mengajak kita untuk menghargai waktu dan menghargai mereka yang ada untuk kita dibaik dan buruk kondisi kita.
“Setidaknya kau sudah mendengarkanku, dan mengizinkanku mendengarkanmu. Memiliki pendengar yang tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam itu menyenangkan.”-hal. 75
“…ada hal yang lebih berharga dibandingkan uang, dan ia bernama “waktu”. Uang yang hilang bisa diganti, namun waktu yang hilang takkan pernah bisa kembali.”– hal.94
Bung mengajak kita untuk mengucap syukur tentang semua hal yang kita punya, belajar ikhlas untuk yang harus kita lepas.
“Waktu enggak akan menunggu. Lepaskan yang sudah hilang, hargai yang masih ada.”-hal. 116
“…bahkan saat hidup sedang gelap seperti ini, akan selalu ada cahaya yang membantumu menemukan jalan keluar. Yang perlu kamu lakukan adalah berdoa dan belajar ikhlas.”-hal. 138
Dan… berproseslah untuk semua cinta dan cita yang kalian punya. 🙂
“Beri aku kesempatan untuk membuatmu bangkit lagi, bukan karena iba, tapi karena peduli. Membuatmu tersenyum lagi, bukan karena kasihan, tapi karena rasa sayang. Menemani hari-harimu, bukan karena aku takut kau kenapa-kenapa, tapi karena takut aku yang kenapa-kenapa.”-hal. 180
“Waktu enggak pernah jadi tokoh utama dalam tumbuh kembang sebuah perasaan. Proses yang berperan penting.”-hal. 212
Sebagai seorang penggemar, saya harus bersikap obyektif, agar karya-karya idola saya kedepannya semakin baik, semakin dicintai dengan tulus dan tak membabi buta. Jika kamu tertarik untuk menyelami sisi lain dari Bung, menemani Bung berproses sedikit demi sedikit dalam karya-karyanya, kamu wajib membaca buku 11:11 Fiersa Besari ini. Kalau kalian sayang Bung, jangan beli buku bajakan ya.
Saya tunggu karya-karya berikutnya Bung Fiersa Besari. 🙂
Mari berkelana lewat kata