Jika bukan karena ada pekerjaan, mungkin saya belum sempat kembali ke Ujung Kulon, kampung halaman saya, pasca dilanda Tsunami Selat Sunda akhir tahun lalu. Melihat bagaimana masyarakat mencoba bangkit dan tentunya melihat alam yang meninggalkan jejak betapa dahsyatnya terjangan gelombang air laut kala itu. Satu hal yang tak pernah berubah dari tempat ini, ia masih saja memamerkan pesona jingga diujung senja yang menjadi magnet wisata Ujung Kulon.
Untuk menuju Ujung Kulon, kami mengambil rute via Tanjung Lesung, Batu Hideung, Camara, dan berujung di Sumur. Yup, saat ini ada dua jalur perjalanan yang bisa kita tempuh untuk sampai ke sana. Semuanya akan berujung di Sumur. Perjalanan dilanjutkan kembali via darat menuju Taman Jaya. Saat tiba di darmaga Taman Jaya, kami disambut jingga bulat sempurna.
Serunya lagi, kali ini saya bisa menikmati senja di tengah sawah, duduk di saung, dengan buaian angin yang kala itu cenderung kencang. Sebelumnya saya tak pernah tahu ada tempat se-perfect itu untuk menikmati senja, sampai tibalah saya di Pasir Jaya. Ucapkan terima kasih, pada saudara yang membawa melipir sejenak ketempat ini dari lelahnya bekerja. 🙂
Di perkampungan ini ada satu area sawah yang memungkinkan menikmati senja dari ketinggian. Asli ini tempat ciamik banget, keren sangat! Kemana saja saya selama ini yang hanya meghabiskan senja di tepian pantai, sambil duduk-duduk ngelamun konyol. Tempatnya cocok sih ini untuk jadi satu destinasi wisata Ujung Kulon.
Dari darmaga Taman Jaya, kami memutuskan menyeberang ke Pulau Peucang. Butuh waktu kurang lebih 3 jam untuk sampai ke Pulau Peucang. Ombak yang cenderung tenang, memberikan kesempatan bagi saya untuk menikmati perjalanan ini. Hutan tropis yang lebat berwarna hijau pekat berpadu indah dengan laut biru.
Dari kejauhan saya melihat sebuah daratan gersang dengan pepohonan yang tumbang. Semakin dekat semakin jelas kayu-kayu yang berserakan tak karuan. Pohon yang kering kerontang tak berdaun sehelai pun berusaha bertahan hidup.
“Itu Tanjung Alang-alang, kena Tsunami juga kemarin. Makanya jadi gundul.” saudara saya menjelaskan
“Sedahsyat itu ternyata tsunaminya, pantes aja banyak korban dan kerusakan diberbagai tempat.” saya membatin dalam hati
Setelah terombang ambing dilautan, tibalah saya di Darmaga Pulau Peucang. Ini kali kedua saya mengunjungi pulau Peucang setelah 6 tahun yang lalu. Saya melihat beberapa tempat bermalam mulai bermunculan dengan bangunan permanen. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), babi hutan (Sus sp.), dan rusa (Rusa sp.) juga berkeliaran disekitar penginapan.
Banyak hal yang berubah dari tempat ini. Yang kontras terlihat adalah sampah. Emang bener ya, makhluk perusak paling dahsyat itu manusia. Kita tuh makhluk paling egois, cuma mikirin asik sendiri, seru sendiri. Foto-foto ditempat yang cantik, giliran sudah tak cantik ditinggal begitu saja. Giliran ada bencana baru deh sibuk saling salahkan satu sama lain. Egois ga sih? Emosi ga sih?
Ah, daripada emosi lihat sampah yang lagi dikorek-korek monyet, saya beserta rombongan melipir ke tempat lainnya. Ke sudut keindahan lain di Taman Nasional Ujung Kulon, taman nasional yang menjadi warisan dunia. Saya berkesempatan untuk melihat banteng (Bos sondaicus) di padang sabana Cidaon. Mengintip mereka yang sedang merumput dan bercengkrama. Dari sekian banyak banteng yang menampakkan batang hidungnya, hanya satu jantan yang mengawal mereka.
Jika diperhatikan, padang savana seluas kurang lebih 9 hektar ini mirip-mirip lah dengan Savana Bekol, Baluran. Beberapa burung merak hijau (Pavo munticus) pun juga ikut merumput di sana ditemani burung rangkong (Bucero rhinoceros) yang berlalu lalang di udara. Seru sekali menikmati dan melihat hewan-hewan yang berbeda ini hidup damai berdampingan. Kita bisa ga ya?
Nah, apakah wisatawan biasa dapat berkunjung ke tempat ini atau tidak?kalian harus cari tahu terlebih dahulu! Bisa cek situs resmi taman nasionalnya.
Setahu saya Taman Nasional itu punya sistem zonasi dan untuk memasuki kawasan harus punya simaksi (surat izin masuk kawasan konservasi). Jadi, ada zona khusus wisata, zona pemanfaatan, zona inti, dan zona lainnya. Ini nih yang kadang kita tidak ketahui dan perhatikan. Ini juga yang kadang buat kita ga aware sama tempat yang kita kunjungi. Biasanya untuk kegiatan wisata tidak bisa sembarangan kita masuk ke zona inti karena peruntukannya sebagai tempat konservasi.
Hari mulai petang, senja mulai menampakkan batang hidungnya, waktunya kembali ke darmaga Cidaon. Waktunya duduk-duduk santai dengan segelas kopi dan menikmati senja di paling barat Pulau Jawa. Bersantai sejenak, lalu bersiap untuk bermalam di atas kapal.
Mari berkelana, bahagia!
2 comments
suka dengan cerita perjalanan
Terima kasih sudah mau membaca.