Dipenghujung tahun 2016, saya memang menjadwalkan diri untuk berkeliling kota yang sudah 10 tahun menjadi bagian dari keseharian saya. Saya hendak berkeliling Bogor dalam sehari untuk menutup akhir tahun ini dengan cara berbeda. Mengenal Kota Bogor lebih dekat. Tak disangka beberapa kawan turut bergabung dalam misi saya kali ini.
Pukul setengah delapan pagi, angkot yang kami naiki melaju menuju Terminal Laladon. Dari terminal ini kami memilih menggunakan angkot bernomor 02 untuk bisa sampai ke Museum Perjuangan Bogor. Tempat pertama yang akan kami singgahi.
Museum Perjuangan Bogor berlokasi di Jalan Merdeka No. 56. Tepatnya di depan Mall Pusat Grosir Bogor (PGB). Museum yang tak jauh dari Stasiun Bogor ini bisa ditempuh dengan berjalan kaki kurang lebih 10 menit.
Turun dari angkot, kami merasa masih terlalu pagi untuk masuk Museum.
“Ini kayaknya belum buka deh. Eh tapi pintunya udah kebuka tuh.” ujar saya sambil melirik-lirik museum dari pagar.
“Lewat sini Mba?” seorang pria memberitahu kami bahwa museum telah buka.
Kami bergegas masuk ke area museum. Hal yang pertama kami lakukan adalah berfoto. Kan judulnya ‘Turis’. Bagus sedikit cekrek, kece dikit cekrek. haha
Untuk memasuki museum, kami diharuskan mengisi buku tamu dan membayar tiket seharga 5 ribu rupiah/orang.
Ketika memasuki museum, yang saya rasakan pertama kali adalah remang-remang. Museum ini tampaknya kekurangan pencahayaan atau karena masih pagi. Saya kurang paham.
Hal yang saya lihat pertama kali adalah patung wajah Kapten Muslihat. Saya cukup terkejuk karena Kapten Muslihat punya tanah kelahiran yang sama dengan saya ‘Pandeglang’.
“Ada juga pahlawan dari kampung gue ya?” seru saya
Didalam museum banyak sekali benda-benda bersejarah terkait perjuangan rakyat Bogor dalam upaya merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Mulai dari alat perang, meriam, peluru, baju-baju pejuang, mata uang, kliping-kliping koran mengenai pemberitaan perjuangan rakyat Bogor, serta diorama-diorama yang melukiskan kondisi kala itu.
Museum yang diresmikan 10 November 1957 oleh Mayor Ishak Djuarsah ini merupakan sebuah gedung yang dibagun tahun 1879. Dahulu, gedung ini merupakan gudang komoditi pertanian untuk diekspor ke wilayah Eropa. Kemudian berganti menjadi tahun 1942 dijadikan gudang untuk penyimpanan barang interniran Belanda oleh Jepang.
Gedung museum ini tidak terlalu luas, namun memiliki dua lantai. Nah dilantai kedua, benda-benda bersejarah ini lebih terlihat menarik, karena pencahayaan cukup baik. Jendela-jendela tinggi museum yang terbuka menjadi sumber pencahayaan itu.
Dilantai dua ini lebih didominasi diorama-diorama perjuangan rakyat Bogor. Ada satu dinding yang dikreasikan dengan Peta dan Bendera Indonesia, serta lanskap Kota Bogor.
Dibalik benda-benda bersejarah, ada hal yang saya sayangkan. Mengapa museum ini minim pencahayaan, minim perawatan, jadi terkesan kumuh dan menyeramkan? Hal itu bisa terlihat dari langit-langit gedung yang mulai rusak. Padahal lampu-lampu yang menghiasi cukup unik.
Padahal, museum sebenarnya bisa jadi sumber pengetahuan yang luar biasa bernilai. Banyak informasi yang mungkin tak ada dalam buku-buku teks di Sekolah.
Puas mengamati, membaca, dan tentunya menjadikan museum ini lokasi berfoto-foto ala turis, kami beranjak dari museum.
Kami menyusuri jalanan Pasar Bogor menuju Jembatan Merah. Toko-toko di pasar ini memiliki bangunan-bangunan tempo dulu. Klasik.
“Kak gue lapar nih. Makan dulu yuk”. ajak salah satu kawan
Apakah setelah ini kita makan alias Sarapan yang tertunda. Atau terus melaju menuju destinasi berikutnya?
Lanjut di Bagian kedua ya…:)
Baca Juga: Sehari Menjadi Turis Lokal di Kota Bogor (Bagian 2): Wajah Kota Bogor
Mari Berkelana, Bahagia!
Selamat Tahun 2017
5 comments
Eh kok aku baru tahu ada museum ini di Bogor. T.T
Masukin ke list ah, punya ktp Bogor tapi jarang explore Bogor, aku maluu.. :’)
Iya ada, coba aja dikunjungi..