“Blue fire, danau tosca, penambangan belerang, sunrise, bukit savana, gunung raung, hutan pinus, semuanya bisa dinikmati di Kawah Ijen, membuatnya mempesona. Menjadi paket lengkap di Wisata Kawah Ijen“
Ditemani bulan selepas purnama di 17 Ramadhan 1436 H, kami menyusuri jalanan sepi, menembus hutan yang gelap, menuju Paltuding yang merupakan pintu masuk kawasan Kawah Ijen. Setelah seharian di Baluran dan Pantai Bama. Butuh waktu hampir 3 jam dari pertigaan kota Bondowoso untuk sampai di Paltuding. Kami menggunakan jalur Jember-Bondowoso yang ternyata cukup jauh. Hati mulai berdesir karena jalanan yang gelap dan hanya sesekali kendaraan yang melintas.
“Deg-degan ya Rif bawa tiga cewek…” Saya bisa membaca kekhawatiran Arif membawa kami bertiga para wanita dijalanan sepi.
“Tenang rif” Saya mencoba sok tenang, karena mulai merasakan laju mobil yang makin lama makin ngebut.
Akhirnya sampai juga di Pos setelah hampir satu jam menembus gelap. Kami diminta mengisi buku tamu, dan meninggalkan rupiah seikhlasnya. Melihat langit malam itu saya terpukau, bintang berhamburan indah sekali, sampai-sampai hawa dingin tak saya hiraukan. Kami melanjutkan perjalanan berharap cepat sampai. Perut pun keroncongan karena baru diisi gorengan selepas buka puasa sore tadi.
Dari kejuhan kami melihat cahaya sebuah Bangunan. Ternyata ada Pos lagi, saya pikir cuma satu. Seperti pada Pos satu, kami mengisi buku tamu dan meninggalkan rupiah. Laju kendaraan mulai terkendali, kami mulai tenang karena sesekali melewati perkampungan padat penduduk. Bulan yang begitu terang dan super besar terlihat sangat dekat menjadi pemandangan yang menawan.
Tiba-tiba mobil terhenti kembali. Kami memasuki Pos yang ketiga. Seperti biasa, isi buku tamu, meninggalkan rupiah. Tak lama dari Pos ini kami tiba di Paltuding. Cukup ramai disana, ada beberapa orang yang mendirikan tenda. Kami memarkir mobil dan bergegas menuju warung makan. Ternyata banyak warung makan yang buka di bulan Ramadhan bahkan buka sampai sahur. Oke urusan perut aman deh pikir saya.
Saya tak sabar mengabadikan Bulan malam itu. Tripod terpasang dan kamera saya setting.
Malam yang dingin kami habiskan dengan tidur didalam mobil berselimutkan beberapa helai kain. Dinginya semacam di kulkas padahal pakaian sudah berlapis-lapis dan kaos kaki sudah double. Sebelum tidur, kami ditawari menggunakan jasa pemandu untuk melihat Blue Fire jam 2 pagi. Hasil nego, dapatlah pemandu dengan harga 100 ribu rupiah.
________*****_________
Udara dingin menusuk ketika kaki mulai melangkah keluar dari mobil. Trekking dimulai, Blue Fire kami datang. Dua jam trekking kami disajikan pemandangan puncak Gunung Raung yang berwarna merah menyala, karena statusnya yang “Awas”. Suara gemuruh dari perut bumi, sempat saya kira sebagai suara angin. Agak nyeremin sih. Tapi, wow, view kota dari atas bukit menyala-nyala seperti bintang-bintang dilangit yang malam itu juga ga mau kalah saing.
Udara beraroma belerang mulai menyengat, tanda kami sampai di Kawah Ijen. Kami melanjutkan trekking ke bibir kawah untuk menyaksikan api biru. Saya banyak melihat wisatawan asing berantusias untuk melihat fenomena alam yang hanya ada di Ijen dan Islandia ini. Sesekali saya berpapasan dengan Para Penambang Belerang yang super “Strong”.
Tibalah waktunya saya menyaksikan Blue Fire dari dekat. Saya mengambil jarak agar tak banyak menghirup asap beracun, menggunakan masker yang dibasahi, dan mengatur kamera saya tentunya. Karena ga bawa tripod, jadi harus nyari tripod alami dan tahan nafas. hufh hufh.. ckreeck
Perlahan langit mulai bercahaya, mengganti gelap menjadi terang. Sedikit demi sedikit terlihatlah danau tosca yang cantik dengan kepulan asap belerang yang tebal sebagai pemanisnya. Cantiknya Negeriku.
Kali ini kami melewati jalan menanjak, Ya Allah jalannya curam banget ternyata. Cukup bikin ngos-ngosan dan menguras stok energi untuk jatah seharian. Ga kebayang apa yang dirasakan para penambang belerang.
Akhirnya kami sampai di Puncak Kawah Ijen, dan Oh God, langitnya merah. Jalan setapak, tebing-tebing, serta manusia-manusia yang belalu-lalang menjadi sangat dramatis.
Puas berfoto dan menikmati Ijen, kamipun kembali ke Paltuding. Kami berjalan di jalur yang sama dengan malam tadi. Namun kali ini, semua indahnya view di sekitar Kawah Ijen tersibak sudah. Hari yang cerah, langit yang biru, serta bulan yang kesiangan, sekali lagi memukau.
Kami juga disuguhkan pemandangan Gunung Raung dan bukit-bukit savana layaknya bukit teletubis. Rasanya pengen guling-guling kayak Tante Syahrini di savana-nya.
Narsis dulu ah di Pos Pondok Bunder. Bagi kalian yang lapar dan haus bisa jajan di Pos ini, ada warung kopi. Asik kan dingin-dingin minum Kopi hangat. Kopi Ijen enak loh, Arabica Ijen, tapi saya puasa… Hiks 🙁
Karena ga jajan, kami langsung melanjutkan perjalanan turun. Beberapa kali kami ditawari untuk menggunakan Taxi agar menghemat energi. Jangan kaget ada Taxi di Ijen. Ga percaya, beneran ada loh. Buktinya saya fotoin tuh Taxinya.
Taxi di Ijen memang tidak seperti di Ibu kota, namun multifungsi juga. Bisa mengangkut barang, blerang, dan orang. Kalau males jalan, naik ini aja. Mungkin akan berasa sensasi melakukan perosotan dijalur yang panjang dengan view keceh. hehe :0
Jika ingin ke Ijen, siapkan jaket tebal, pake leging jangan jins, menggunakan sepatu trekking agar tak terpeleset, trekking pole (tongkat) untuk mengurangi tumpuan didenggkul. Masker wajib, agar liburan tak jadi malapetaka.
Budget:
Tiket masuk: Rp.5000,-/orang
Parkir mobil: Rp. 10.000,-/mobil
Cheers,
Nunuz