Jika malam hari kami disajikan indahnya bulan purnama dan taburan bintang di langit malam, beda lagi dengan perjalanan kami meninggalkan Kawah Ijen siang itu.
Melewati rute yang sama ketika menuju Kawah Ijen, kami menemukan keindahan pebukitan dengan savana dan hutan pinus yang begitu menawan. Tak lama selepas kami meninggalkan Kawah Ijen, mobil kami terparkir manis diantara pepohonan pinus.
Saya segera keluar dari mobil, jalanan amat sepi, karena kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Ijen memilih rute ke Banyuwangi. Hutan pinus khas dataran tinggi mengingatkan saya pada film Twilight. Hutan pinus ini cocok untuk bersantai setelah menikmati trekking di Kawah Ijen.
Saya berlari kearah gemericik air di sebrang jalan. Ternyata sebuah aliran air belerang dari Kawah Ijen. Air berwarna putih susu kehijauan ini berbau sangat menyengat. Jadi meskipun ada batu-batu hitam mengkilat dipinggirannya enak untuk digunakan bersantai, sebaiknya jangan berlama-lama ya. Ngeri keracunan belerang. 🙂
Puas berfoto, kami melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan saya tak henti mengatakan ingin sekali trekking di bukit savan di kanan kiri jalan.
“harus banget balik lagi ke tempat ini, buat trekking di savananya”
Melewati pemandangan pebukitan, kemudian kami disuguhkan warna-warni bunga hutan dipinggir jalan. Saya meminta Arif menghentikan mobil. Seperti biasa ambil foto.
Perjalanan dilanjutkan kembali, kali ini melewati perkebunan kopi jenis Arabika. Oh My God, rasanya pengen banget metikin cerry bean, terus ngelupasin kulitnya, ngejemur sampai jadi green bean, terus roasting, menggilingnya di manual grinder, sampai brewing alias menyeduh. Haduh enak banget pastinya, mana udara Ijen dingin kan. Pas mantap banget deh. Tapi semua khayalan. Mobil tetap melaju, mau tanya sama petani yang sedang mensortir dimana bisa beli kopi, malu. Malu bertanya, nyesel kemudian, mau green bean Ijen, buat belajar roasting. 🙁
Baiklah, Ijen saya akan kembali. Demi savana dan kopi Arabika.
Mari berkelana, bahagia!
Nunuz