Wasur, Totemisme, Dan Walabi Yang Terus Diburu

“Berburu adalah cara mereka bertahan hidup, tapi keberlangsungan hewan yang diburu pun perlu kita pikirkan”

Jadi, hari ini saya mendengarkan teman-teman Lawalata IPB bercerita mengenai Ekspedisi Wasur yang mereka lakukan bulan Juli-Agustus 2015. Mereka bercerita bahwa Walabi menjadi hewan buruan oleh masyarakat setempat, terutama mereka yang mempercayai Totemisme. Dimanakah Wasur? Apa itu Walabi? Apa itu Totemisme?

Wasur merupakan Taman Nasional yang menjadi bagian lahan basah terbesar di Papua. Tepatnya berlokasi tak jauh dari Kota Merauke. Tujuh puluh persen dari Taman Nasional ini didominasi oleh savana. Lalu apa yang spesial dari Wasur selain lokasinya yang jauh di ujung timur Indonesia hingga  berbatasan dengan negara tetangga Papua Nugini?

Jawabannya adalah Walabi. Hanya di Taman Nasional Wasur kita bisa melihat Walabi, artinya hewan ini termasuk hewan endemik. Hewan berkantung (Marsupial) yang berkerabat dengan Kanggru di Australia ini memiliki nama ilmiah Macropus agilis papuanus. Walabi merupakan kangguru terkecil yang ada di dunia. Hewan ini cukup melimpah di Hutan Sinde dan Rawa Biru, Wasur, Merauke. Lalu apa hubungannya Walabi dengan Totemisme?

Totemisme adalah agama atau kepercayaan yang mesakralkan hewan atau tumbuhan tertentu. Mereka percaya bahwa hewan atau tumbuhan tersebut adalah perwujudan nenek moyang tempo dulu. Masyarakat adat sekitar ada yang memiliki totem Walabi, artinya mereka mensakralkan Walabi, dan menggangap hewan ini ada adalah perwujudan mereka di masa lalu. Bahkan ada momen upacara adat tertentu yang mereka berkostum layaknya Walabi, atau mungkin hewan-hewan lain jika totem (lambang kepercayaan) mereka berbeda.

Tidak seperti mayarakat adat kebanyakan yang mensakralkan sesuatu sehingga tak akan memburunya, masyarakat disini justru memburu Walabi sebagai makanan pokok mereka. Mereka bisa berburu Walabi setiap minggu dengan jumlah tangkapan bisa sampai 5 ekor. Lima ekor adalah nilai maksimum berdasarkan kesepakatan adat, karena untuk berburupun mereka memiliki aturan berburu, menggunakan alat apa dan bagaimana memperlakukan hasil buruannya tersebut.

Cerita terus berlanjut, diskusi terus bergulir, hingga saya tertohok dengan sebuah foto Walabi dengan bayi Walabi yang masih terselimuti lapisan sejenis plasenta, terkapar tak bernyawa.

Saya sempat bertanya: “Jika mereka memburu rata-rata 3 ekor dalam seminggu itu artinya dalam sebulan ada 12 ekor yang mati. Bukankan itu jumlah yang sangat banyak?” Apakah ada totem lain selain yang berlambang Walabi boleh berburu Walabi?

Jawabannya “memang jumlahnya sangat banyak dan totem lainpun boleh berburu Walabi dengan izin yang jelas dari adat”. Pertanyaan- pertanyaan seputar Walabi pun berhamburan dari peserta seminar apakah tak ada aturan pemerintah tentang perburuan Walabi ini karena termasuk Kawasan Taman Nasional, bagaimana jumlah populasinya, status keberadaannya, hingga siklus reproduksinya, apa kira-kira rekomendasi mengenai aturan adat dan pemerintah untuk masalah ini?

Walabi memang masih berstatus Lower risk/least concern menurut IUCN, artinya populasinya masih melimpah. Tapi perburuan yang terus menerus hampir setiap minggu tidak menutup kemungkinan lambat laun akan menggerus jumlah mereka. Bayangkan saja jika dalam sebulan mereka memburu 12 ekor Walabi, maka dalam setahun akan ada 144 ekor yang mati. Iya 144 ekor, jika dia diburu tanpa ada anak dalam kantungnya, jika ada? jumlahnya bertambah bukan? Sebandingkah dengan siklus reproduksi mereka? atau tak bisakah ada aturan untuk tidak memburu Walabi dalam siklus reproduksinya?

Tradisi memang ciptaan leluhur yang sulit untuk dihilangkan, tapi tradisi itu juga mengajarkan sesuatu perburuan yang besar-besaran akan mengakibatkan hewan Walabi itu punah. Tak bisakah tradisi diharmonisasikan dengan aturan saat ini demi kesejahteraan bersama? demi keberlangsungan manusia dan penghuni alam jagat raya lainya?  Jangan tunggu sampai statusnya “Terancam Punah” baru kita peduli. Jika Walabi punah, apa yang akan mereka buru untuk dimakan?

Salam Lestari!

Photo cover by google.com

2 comments

  1. Keaneka ragaman hayati negeri ini harus dilestarikan…jangan sampai terlupakan.
    btw Salam Kenal…baru kembali dari perjalanan panjang dan lama
    BW pertama di blog Nunuz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *