“Pak, orang sini nikahnya banyak dengan orang sini juga ya?” tanya saya pada supir Elf yang kami tumpangi.
“Lu mau nikah ma orang sini Nuz.” guyon teman saya.
“Ga lah, gue pengen tau aja.” jawab saya singkat sambil menunggu jawaban dari bapak supir.
“Iya sih Mba, banyaknya nikah dengan tetangga kampung. Orang Dieng juga” setidaknya itu yang saya dengar samar-samar.
“Hooh, gue ngerti.” ucap teman saya sambil melirik ke arah saya.
“Ya kan kali aja kalau nikahnya sesama orang sini aja gen-nya muter di situ-situ aja makanya ada terus yang rambut gimbal. Jadi penasaran gue.” terang saya sambil senyum-senyum 🙂
Mobil Elf yang membawa kami siang itu melaju menembus kemacetan meninggalkan dataran tinggi Dieng.
Hari itu, saya usai menghadiri Dieng Culture Festival yang identik dengan ritual pemotongan rambut gimbal di Candi Arjuna. Dieng Culture Festival sendiri merupakan gelaran budaya masyarakat Dieng yang dilakukan setahun sekali, biasanya di bulan Juli atau Agustus. Salah satu acara yang paling menyedot perhatian adalah ritual pemotongan rambut gimbal ini.
Ritual pemotongan rambut gimbal merupakan acara ruwatan untuk Anak Gimbal atau Anak Gembel, sebutan untuk anak-anak yang memiliki rambut gimbal di Dieng. Menurut cerita yang beredar di masyarakat Dieng, Anak Gimbal merupakan keturunan dari leluhur Dieng dan merupakan anugerah.

Rambut gimbal ini memang muncul pada anak-anak dari keturunan dataran tinggi Dieng. Kemunculan rambut gimbal ini cukup misterius, karena muncul secara tiba-tiba setelah sebelumnya sang anak mengalami panas tinggi. Padahal saat lahir mereka tidak berambut gimbal.
Rambut ini konon tak bisa dipotong dengan sembarang. Sang anak pemilik rambut gimbal harus memiliki keinginan untuk memotong rambutnya. Selain itu, permintaan sang anak harus dipenuhi orang tuanya saat pemotongan rambut. Permintaan mereka bisa bermacam-macam dan unik, ada yang minta baju dengan motif spesifik, kalung emas, sepeda, sampai domba. Katanya, kalau sang anak tidak berkenan atau hal yang mereka pinta tidak dipenuhi, maka rambut gimbal yang sudah dipotong akan tumbuh kembali.
Dieng sudah padat oleh manusia-manusia yang penasaran dengan ritual ini. Saya salah satu diantaranya. Menjelang siang arak-arakan atau kirab yang membawa Anak Gimbal berjalan menuju Candi Arjuna. Diiringi beberapa permainan alat musik dan barongsai kirab, mulai memasuki candi.



Satu persatu anak-anak gimbal ini digendong orang tuanya turun dari kereta kuda, untuk mulai mengikuti prosesi pemotongan rambut. Anak-anak ini kira-kira berusia dibawah lima tahun.

Sebelum rambut mereka dipotong, anak-anak gimbal dibawa kebilik dibagian sisi kanan area candi untuk katanya dimandikan. Saya tidak bisa menyaksikan bagaimana prosesi ini berlangsung. Tapi seingat saya, durasinya tak lebih dari sepuluh menit. Kemudian anak-anak gimbal ini dibawa ke area utama Candi Arjuna untuk melangsungkang acara pemotongan.

Mereka akan duduk berjajar dikursi yang telah disediakan dan menunggu giliran untuk dipotong.

Lalu siapa saja yang boleh memotong rambut mereka? Yang saya saksikan waktu itu pemotongan dilakukan oleh pejabat setempat dan para sesepuh.

Acara ini unik banget dan super duper rame. Siap-siap desek-desakan ya waktu menyaksikan atau bermacet-macetan saat memasuki maupun meninggalkan kawasan Dieng.
Tahun berlalu dan Dieng Culture Festival makin ramai peminat. Acaranya pun menjadi lebih bervariatif, mulai dari penerbangan lampion sampai Jazz diatas awan. Kalau jaman dulu sih saya hanya menyaksikan penampilan wayang kulit dimalam sebelum hari pemotongan. Ditemani udara Dieng yang dinginnya seperti didalam kulkas.
Mari berkelana, bahagia!
1 comment
Wah.. unik nich.. saya taunya beberapa orang sampai rela keluar uang untuk rambutnya di gimbal..
sementara ada yang dari lahir udah gimbalan.. dan ritual poting rambutnya pun menjadi sebuah tontonan yang menyedot pengunjung…
Sip..jadi tambah tau