Ketidaksengajaan membawa saya menemukan harta karun ini. Singkat cerita, saya menemukan event gratisan disalah satu situs online yang bertajuk “Our Sick Ocean, Our Healthy Ocean”. Tanpa pikir panjang saya mendaftarkan diri untuk acara yang dilaksanakan 25 September 2018 ini. “Ah isinya paling seminar tentang laut dan masalah konservasi laut. Ikut ah, pasti seru. Menambah pengetahuan.” pikir saya.
Mendekati hari H, saya baru mencari informasi mengenai lokasi acara ini. Tertulis ditiket “Marine Heritage Gallery, Jakarta”. Kemudian di hari H, saya baru memastikan acara seperti apa yang akan saya datangi. Asli saya radom banget! Saat membaca rundown acara, ada satu yang menarik perhatian saya, keliling dan melihat koleksi galeri. Ok, brangkat! 🙂
Jam menunjukan Pukul 08.30 WIB, saya masih terdampar di Stasiun Tanah Abang. Saya memutuskan memesan ojek online untuk menuju tempat acara. Sedangkan kawan saya, Kenken masih terjebak di Stasiun Rawa Buntu, karena keretanya penuh, dia ga bisa masuk.
Ketika sampai tujuan, saya kaget ternyata lokasinya berada di Gedung Kementrian Kelautan dan Perikanan. Dengan ragu saya memasuki gedung dan bertanya pada satpam perihal acara dan gedung yang saya maksud. Mereka menyuruh saya untuk naik lift ke lantai dua. Saya mengikuti intruksi mereka dan tibalah saya di lantai dua.
Begitu sampai, saya langsung memasuki ruangan yang dimaksud dan bertemu Mba Venta dan Mas Elmer di meja tamu. Tahu nama mereka dari mana? ya kenalan dong ah. hehe 🙂
Saya mengisi absen dan bertanya apakah acara sudah dimulai. Mengingat saya datang duapuluh menit lebih lama dari jadwal yang tertera di tiket. Mas Elmer menjawab acara belum dimulai dan saya dipersilahkan untuk berkeliling galeri terlebih dahulu.
Marine Heritage Gallery Jakarta
Sesi berkeliling galeri sebenarnya dilakukan saat setelah para pemateri memberikan seminar mengenai “Our Sick Ocean, Our Healthy Ocean” dan pihak galeri menjelaskan mengenai “Marine Heritage Gallery, Jakarta” ini. Tapi karena acaranya terlambat dimulai, jadi saya punya waktu terlebih dahulu berkeliling galeri ini.
Saking terpukaunya dengan tatanan galeri yang bisa sayalihat dari meja tamu, saya bukannya berkeliling malah ngobrol dulu dengan mereka karena tak sabar untuk menanyakan banyak hal perihal galeri ini.
“Ini galerinya bagus banget. Apa saja isinya?” tanya saya tak sabar
“Galeri ini berisi Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) yang diangkut diperairan Indonesia. Nah, barang-barang di sini terdiri dari kapal di tiga lokasi, yaitu Kargo Pulau Buaya, Kargo Belitung, dan Kargo Cirebon. Masih banyak lagi sebenarnya yang belum terpajang di galeri ini. BMKT yang ada sebenarnya mencapai 13 pengangkutan. Bahkan dari tiga kargo ini pun tak semua dipajang. Tempatnya terbatas.” Mas Elmer menjelaskan
“Saya baru kali ini melihat barang-barang yang tenggelam di lautan kemudian diangkut dan ditaruh di galeri. Untuk ilmu pengetahuan, ini benar-benar bisa melengkapi data yang tidak ada di daratan. Saya kira artefak cuma ada di darat. hehe” Saya begitu antusias dengan tempat ini, ketahuan kudet juga ya
Jujur, saya tertarik dengan tempat seperti ini. Saya bisa belajar banyak hal di tempat seperti museum dan galeri. Terlebih saya merasakan aura Museum Manusia Purba di tempat ini.
“Galerinya bagus Mba, Mas. Udah gitu desainnya mirip yang di Sangiran dari segi penataan dan pencahayaannya.” saya memuji tempat ini
“Iya Mba, ini baru tahun 2017 diresmikan oleh Mentri Susi Pujiastuti. Tapi, karena ini galeri bukan musem di sini ga ada kurator.” Mba Venta dan Mas Elmer bergantian menjelaskan
Mas Elmer menjelaskan memang banyak artefak-artefak dari BMKT ini yang bisa mendukung data-data untuk ilmu pengetahuan. Ia juga menjelaskan jika galeri ini terbuka untuk umum, bahkan bisa untuk kunjungan. Mereka akan memaparkan materi tentang museum ini dulu untuk pengunjung dan kemudian meng-guide untuk berkeliling galeri. Untuk informasi detailnya saya taruh diakhir tulisan ini ya. 🙂
Dibagian depan galeri kita akan menemukan tiga artefak berupa mangkok changsa dan teko dari Dinasti Tang (825-850), kendi dari Lima Dinasti (907-960), dan tempayan dari Dinasti Song (abada 12-13 masehi). Artefak dari tiga dinasti ini disimpan dalam lemari kaca dan berpasir layaknya di dasar laut. Dibagian sisi yang lain, terdapat guci-guci yang ditumbuhi terumbu karang.
Memasuki area utama, saya disambut dengan koleksi tembikar, kendi, tungku, keramik-keramik bertangkai dan berbagai artefak lainnya dari Kargo Pulau Buaya. Kargo Pulau Buaya ditemukan tahun 1989 di perairan sebelah barat daya Pulau Lingga, Provinsi Riau. BMKT dari Pulau Buaya ini memuat produk keramik asal Cina periode tahun 1127-1279 dan produk-produk lainnya dari Sumatera, Asia Tenggara, dan Timur Tengah.
Kemudian diarea lainnya terpajang berbagai koleksi artefak dari Kargo Belitung berupa guci untuk pengepakan, mangkuk-mangkuk, ceret dan keramik-keramik Cina berlapis glasir warna hijau di era Dinasti Tang (618-907). Kargo ini bermuatan barang dagangan masal melihat jumlah per jenisnya yang tergolong banyak. Kapal-kapal ini diduga akan berdagang kearah India dan Timur Tengah.
Lain lagi dengan BMKT dari Kargo Cirebon yang lebih beragam. Kapal yang ditemukan di Cirebon ini mengangkut botol keramik asal Cina yang dijuluki barang Liao, guci, pasu, gading, getah aromatik, tembikar, mangkuk-mangkuk, teko, berbagai jenis cepuk, kendi kamandalu, dan kristal berukir. Juga terdapat sisa-sisa cermin, handel, dan koin dari Lima Dinasti.
Berkeliling galeri ini saya jadi sedikit melek tentang pelayaran perdagangan tempo dulu. Negara mana saja yang pernah bertansaksi dengan Indonesia bisa terlihat dari barang-barang muatan kapal yang mereka bawa. Bahkan kapal tersebut datang untuk berdagang atau mau pulang setelah berdagang pun bisa dilihat dari muatannya selain dari posisi kapal ketika ditemukan. Seru ya 🙂
“Mba, artefak-artefak ini pasti kan penting ya. Semuanya disimpan di sini?”
“Artefak yang sangat penting sebagai temuan dan untuk ilmu pengetahuan sudah ditaruh di Museum Nasional. BMKT tersebut kan banyak, jadi yang di sini, yang ditemukan dalam jumlah banyak.” Mba Venta menjelaskan.
Mba Venta ini ternyata merupakan seorang arkeolog, alumni universitas terkenal di Jogja, dan tentunya tak asing dengan Sangiran. Maka ketika sesi keliling-keliling pun saya lebih banyak berbincang dengannya tak hanya tentang galeri ini. Bertanya hal-hal yang berseliweran dikepala saya bahkan mata kuliah yang ada dijurusan arkeologi. Ternyata apa yang kami pelajari beririsan. 🙂
Plastik Bukan Harta Karun dari Lautan
Begitu banyak harta karun (BMKT) yang diangkat dari dasar laut, yang menyumbang pengetahuan dan mungkin pundi-pundi rupiah untuk kita, tak serta merta membuat kita menjaga dengan baik ekosistem perairan di negeri ini. Sampah, terutama plastik tengah mengancam tak hanya diperairan Indonesia tapi juga seluruh dunia. Kita tentu tak mau kan mewariskan harta karun berupa plastik ke anak cucu kelak.
Tentunya, kita tak mau juga hanya mewariskan gambar mengenai indahnya pantai, betapa beragamnya hewan di lautan, dan betapa menyenangkannya melihat terumbu karang berwarna-warni dengan ikan-ikan berkejaran diantaranya lantaran mereka hilang terjerat sampah. Plastik menjadi kendala besar yang mengancam ekosistem perairan kita. Bahkan mengancam hidup kita tanpa kita sadari.
Plastik-plastik yang menjerat hewan-hewan dilautan, yang masuk kedalam pencernaan mereka tentu akan bermuara dirantai makanan kita. Kita seolah membuang sampah untuk memungutnya kembali dalam bentuk lain untuk kemudian dikonsumsi. Mikroplastik, mungkin saja saat ini tengah tersaji dimeja makan kita sehari-hari.
Pagi itu, Pak Sapta membuka mata saya tentang sampah-sampah ini. Sampah plastik yang beraneka macam banyak yang tidak bisa didaur ulang untung produk lain hingga berakhir mencemari lingkungan. Plastik-plastik yang tidak bisa didaur ulang dan tidak memiliki nilai ekonomi seperti sedotan, ring kerat botol minuman, kantong kresek, cotton bud, pempers, berujung menjadi sampah. Kemudian sampah-sampah didaratan bermuara ke laut, terombang-ambing gelombang dan menjerat hewan-hewan dilautan. Untuk bisa terdegradasi pun sampah-sampah itu butuh waktu puluhan hingga ratusan tahun.
Kalian tentu pernah melihat video dan foto kuda laut yang ekornya menggenggam cotton bud, anjing laut yang lehernya terjerat ring plastik, atau seekor penyu yang dihidungnya tersangkut sedotan plastik. Video dan foto tersebut pernah viral di media sosial dan membuat hati teriris. Bahkan ada plastik yang ditemukan dalam perut ikan. Saya miris melihatnya, tak hanya hewan darat yang memakan plastik dan sampah, ternyata hewan laut pun sama.
Ia mengajak kita untuk mengubah pola hidup dengan berbagai tips untuk diterapkan dalam keseharian. Saya rasa kita memang harus turut mengurangi plastik mulai dari saat ini, untuk kebaikan kita dan meninggalkan harta karun yang lebih berharga untuk anak cucu. Agar sejarah mencatat perihal baik selama kita singgah di bumi tercinta, bukan tercatat sebagai pewaris sampah plastik yang mencemari lautan.
Saya pun masih terus belajar untuk menerpakan tips-tips tersebut. Yuk berubah bersama-sama untuk lingkungan yang lebih sehat. Saya tahu itu ga mudah, tapi di mana ada kemauan di situ ada jalan bukan? Lagi mau cari sedotan yang ramah lingkungan nih. Ada rekomendasi tempat untuk membelinya?
Info Penting
- Tiket: Gratis
- Jam Operasional: Senin-Jumat 09.00-15.00 WIB
- Kontak: Venta (081324878732) dan Elmer (083286380360)
Tularkan kebaikan untuk sesama 🙂
Mari berkelana, bahagia!
4 comments
Terima kasih mba sudah berbagi. Kalau tidak membaca tulisan ini mungkin sampai sekarang saya tidak tahu kalau ada gallery semacam ini di Jakarta.
Jadi lokasi gallery ini cuma satu lantai saja ya?
Sama-sama Mas. Saya pun ga tau kalau bukan karena ada acara kemarin. Iya hanya satu lantai saja. Areanya cukup luas dan nyaman. 🙂
Ih gak nyangka, ternyata di Jakarta ada museum seperti ini ya……sewaktu2 perlu juga ajak keluarga kita berkunjung ke museum semacam ini, karena selain jadi hiburan, bisa juga untuk edukasi
Iya Mas Moko. Galeri ini baru satu tahun ini beroprasi. Saya pun kalau bukan karena ada acara kemarin ga tahu ada tempat seru kayak gini. Di lantai dasar ada akuarium mini juga sih. hehe