Meninggalkan Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, saya dan Fia menyusuri jalanan yang dipenuhi penjual berbagai macam makanan, minuman, cemilan, serta berbagai aksesoris di kanan-kirinya. Sesuai petunjuk dari Pak Satpam Museum, kami hanya tinggal mengikuti jalan besar untuk tiba di Masjid Agung Banten yang menjadi target Wisata Banten Lama ala saya ini.
“Ini bener ga sih jalannya. Kok kayak pasar gini.” kami mulai ragu jika telah mengikuti arah yang benar.
“Tapi itu sih menaranya udah deket.” saya meyakinkan jika kami tidak tersasar.
Masjid Agung Banten
Memasuki kawasan Masjid kami melihat banyak sekali warung-warung makan, gerobak, dan pedagang kaki lima memenuhi pelataran.
“Ini… yakin nih lewat sini masuk Masjidnya.” kami ragu kembali.
Kemudian kami berjalan menyusuri jalan berkeramik untuk mendekat ke arah Masjid Agung Banten. Sungguh saya kaget melihat kondisi yang terpampang didepan mata. Penjual tersebar di sana-sini, sampah dimana-mana.
“Ini masuknya bener lewat sini. Ini gimana cara masuk kedalam masjidnya.” Saya masih syok dan coba menyadarkan diri.
Jujur, ini kali pertama saya ke Masjid Agung Banten, yang menaranya menjadi Ikon Banten. Terbukit dibaliho-baliho pejabat atau calon pejabat mayoritas menggunakan backgrond menara ini. Menara itu juga yang membuat saya penasaran dengan Mesjid Agung di Banten Lama. Saya masih tidak habis pikir jika kondisinya seperti ini, berantakan.
Beberapa kali mengunjungi masjid-masjid dibeberapa daerah yang pernah dikunjungi, saya selalu terpukau dengan bangunannya, kerapihannya, dan kebersihannya. Nah ini, saya mau ambil gambar yang bagus saja sudutnya ga ketemu sangking banyaknya yang jualan. Oke lah kalau yang jualannya hanya di alun-alun diluar pagar masjid. Ini sih berhamburan sampai dalam kawasan masjid bahkan dibawah menaranya persis. Hingga pada akhirnya, kami sibuk menyadarkan diri bahwa kondisinya semenggemaskan ini.
Kami kemudian melipir ke arah belakang untuk mencari pintu masuk, namun pada akhirnya kembali lagi kedepan. Jalan setapak berkeramik kami susuri hingga sampailah dipintu masuk itu pun dengan tidak sengaja. Saat akan memasuki kawasan masjid, kami diharuskan membuka alas kaki dan membeli kantong plastik untuk menyimpan alas kaki kami. Harganya berapa? seikhlasnya.
Belum juga kami jalan terlalu jauh, kami sudah diikuti beberapa anak kecil meminta sedekah dengan sangat memaksa. Padahal kotak amal di sana sudah tersebar dengan cukup banyak. Jadi kalau mau beramal dan bersedekah ya tinggal cemplungin saja uangnya kekotak. Anak-anak kecil ini memburu rupiah tanpa gentar hingga kami risih dan tak bisa menikmati penjelajahan kami. Baru kali ini main ke masjid tapi ga tenang kayak gini. Bukan dapat hidayah, saya malah jadi menumpuk amarah.
“Nanggung lah Fi, udah di sini, kita lanjut aja ke dalam masjidnya. Gue pengen tahu interior dalam masjidnya.”
Masjid ini sebenarnya unik dari segi bangunan, terasa tradisional. Pintunya dibangun tidak terlalu tinggi, bagian langit-langit didalam masjid dikontruksi menggunakan kayu-kayu bercat cokelat. Sajadanya tersusun rapih dan berwarna warni. Meski tidak terlalu besar, masjid ini cukup menyenangkan untuk dieksplorasi jika kondisinya lebih manusiawi.
Padahal jika menilik lebih jauh, Masjid Agung Banten merupakan masjid yang bersejarah yang dibangun Masa Kesultanan Banten. Masjid ini dibangun tahun 1556 oleh Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati. Memiliki atap serupa pagoda, masjid ini merupakan buah karya dari Tjek Ban Tjut arsitek Cina. Dilengkapi dengan menara setinggi 24 meter, yang berfungsi untuk tempat adzan dan pengawasan terhadap kondisi disekitar, masjid ini tampak cantik. Selain itu, masjid ini sebenarnya dilengkapi paviliun bernama Tiyamah karya Hendrick Lucasz Cardeel.
Saat ini Masjid Agung Banten banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai kota dan provinsi, karena lokasinya yang satu komplek dengan pemakaman keluarga kesultanan. Namun, jika kondisinya menjadi lebih baik, tidak menutup kemungkinan masjid ini menjadi wisata religi atau menjadi Wisata Banten Lama yang tak hanya diminati peziarah tapi untuk mereka pencinta sejarah.
Benteng Surosowan
Tujuan kami dalam rangka Wisata Banten Lama berikutnya adalah Benteng Surosowan. Benteng Surosowan sebenarnya merupakan Keraton Sorosowan yang dibagun pada masa Sultan Maulana Hasanudi (1522-1570). Surosowan dibangun mirip dengan benteng di Belanda dengan sudut berbentuk intan (bastion). Oleh karena itu, Banten dahulu kala disebut sebagai Kota Intan.
Keraton Surosowan menjadi tempat tinggal keluarga kesultanan dan sebagai pusat pemerintahan kala itu. Keraton ini memiliki tiga pintu gerbang dan didalamnya terdapat sebuah kolam yang bernama Bale Kambang Rara Denok. Sejauh dua kilometer dari Surosowan, terdapat sebuah danau yang menjadi sumber air untuk keraton, yaitu Danau Tasikardi.
Pernah dihancurkan Belanda tahun 1680, keraton ini kemudian direnovasi oleh Sultan Haji (1672-1687) dengan penambahan dinding disekitar keraton. Pembangunan ini dibantu oleh arsitek Belanda bernama Hendrick Lucasz Cardeel (Pangeran Wiraguna) yang sebelumnya telah menjadi mualaf. pada tahun 1813, Belnada menyerang kembali dan menghancurkan Keraton Surosowan.
Menurut petunjuk dari seorang perempuan di warung, kami hanya perlu berjalan lurus dan menemukan gerbang. Kami mulai berjalan lurus kedepan dan mendapati seorang ibu sedang memanjat gerbang tinggi yang digembok.
“Buset, yakin ini gerbangnya? Loncat banget nih.” saya merasa heran, hal ajaib apalagi yang akan saya dapati setelah ini.
Kemudian kami memutuskan untuk bertanya lagi kepada bapak-bapak pemilik warung. Menurut beliau, gerbangnya memang digembok dan kuncinya dipegang pengelola museum. Sudah lama juga dikunci. Beliau menyarankan, jika hendak ke atas benteng, kita bisa menaiki tangga yang dijaga seorang warga dengan membayar 2K/orang.
Saya mengikuti petujuknya hingga mendapati tangga dari kayu untuk bisa naik keatas benteng. Tapi, sepanjang perjalanan kesana saya tak henti kaget melihat sampah di sana-sini.
“ya Allah, sayang banget nih ga dikelola dengan baik. Padahal seru banget bisa one day trip mengenal situs pubakalan Banten Lama. Tapi kalau kondisinya kayak gini. Ga usah aja deh. Maubikin Wisata Banten Lama cem mana :(“
Saya masih merasa sedih melihat kondisi yang saya temui diedisi jalan-jalan kali ini. Tambah sedih karena kondisi itu saya temui di daerah sendiri. Jika memang ditutup untuk perawatan, harusnya sih kondisinya ga seperti ini ya. KOndisinya justru terawat dengan baik. 🙁 🙁
Saya yang tetap penasaran dengan isi Benteng Surosowan yang sebenernya merupakan Kraton Kesultanan Banten ini memilih untuk meniti anak tangga. Kami sampai diatas ketika matahari semakin terik. Kami melihat sisa-sisa dari kejayaan sebuah kerjaan. Masih ada bangunan menyerupai gerbang berdiri tegak dan kolam besar.
Banyak tempat di area ini yang sebenarnya berpotensi untuk menjadi Wisata Banten Lama. Selain itu, banguna-bangunan ini menjadi saksi bagaimana kejayaan Kesultanan Banten yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini. Tidak menutup kemungkinan untuk anak-anak muda tertarik mengeksplorasi tempat-tempat kuno seperti ini. Hal initentunya menguntungkan dari segi pariwisata bukan?
Ekspektasi saya sepertinya terlalu tinggi untuk Wisata Banten Lama ini. Tapi ya sudahlah yang penting saya pernah berkunjung menyelami daerah kesultanan ini.
Mari berkelana, bahagia!
8 comments
Sayang banget ya tempat dengan nilai-nilai sejarah dan budaya yang tinggi dikotori oleh hal-hal yang tidak penting seperti peminta-minta. Beramal memang dianjurkan oleh agama tapi bukan dengan meminta-minta.. semoga kedepannya pengelola dapat menjaga ketertiban agar pengunjung merasa nyaman
Benar sekali Mba. Tempat seperti ini berpotensi untuk jadi tempat wisata budaya, sejarah dan religi. Jadi sangat disayangkan jika kondisinya seperti itu. semoga kedepannya ada perbaikan.
Pengen banget bisa ke banten.
Liat masjid agung banten..
Semoga bisa kesampean buat kesana..
Aamiin.
Aamiin. Semoga tempatnya juga lebih tertata.
Soal peminta-minta juga banyak terdapat pada wisata religi di Cirebon.
Untuk masalah sampah memang hal yang kompleks, perlu kesadaran dari masing-masing orang tentang hal tersebut.
Oh gitu ya Mas, saya blm pernah sih ke Cirebon.
Iya nih sampahnya parah banget. Kesadaran dari banyak pihak.
salah satu yang paling menarik adalah menara masjid agungnya. jalurnya sempit waktu naik ke atas
Ku ga naik keatas Mas, ga kuat sama kericuhannya. Apalagi dikintilin bocah-bocah minta sumbangan. hiks