Mendapat informasi mengenai seminar tentang “Fintech” saya langsung tertarik mengikutinya. Apalagi akhir-akhir ini ramai pembicaraan mengenai rentenir online lah, investasi online bodong lah, dan hal negatif lainnya, yang membuat saya tergiur untuk mengetahui lebih lanjut. Sempat tertarik untuk belajar investasi tapi jadi takut gara-gara pemberitaan miring tersebut.
Melihat pembicara-pembicara yang mengisi materi bukanlah orang sembarangan, saya semakin bersemangat mengikuti acara Ngobrol @Tempo kali ini dalam rangkas sosialisasi Fintech Landing. Pembicara-pembicara tersebut adalah Hendrikus Passagi (Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK), Tumbur Pardede (Ketua Bidang Kelembagaan AFPI), Zulfitra Agusta (Chief Commercial Officer CROWDO Indonesia), dan Surya Wijaya (Chief Information Officer KlikACC). Bertempat di Beka Resto, Balai Kartini-Jakarta, acara yang berlangsung selama tiga jam ini memberikan saya banyak pengetahuan. Yuk, simak apa saja yang saya dapat.
Apa itu Fintech?
Di era digital seperti saat ini, segala sesuatu bisa dilakukan dengan mudah, semuanya ada dalam satu genggaman di telepon pintar kita. Kehadiran Internet dan telepon pintar, juga desakan kebutuhan akan serba cepat dalam segala hal berimbas pada inovasi-inovasi teknologi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Mau jalan-jalan, tinggal pesan tiket dan hotel via telepon pintar. Mau bayar listrik, bayar air, tagihan kartu kredit, tagihan telepon bahkan mau sekedar belanja dan membeli makanan pun semua menggunakan telepon pintar. Dalam semua transaksi tersebut yang berputar adalah uang dan secara tak sadar sebenarnya kita sedang menikmati yang namanya “Fintech“. Beragam kebutuhan itu pula lah yang menyebabkan “Fintech” berkembang dengan pesat akhir-akhir ini.
Fintech adalah singkatan dari ‘financial’ dan ‘technology’ yang merujuk pada sebuah inovasi layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi. Layanan jasa keuangan dalam Fintech itu bermacam-macam diantaranya pembayaran, pendanaan, perbankan, pasar modal, perasuransian, dan Jasa pendukung lainnya.
Banyaknya ragam Fintech tergantung pada layanan jasa keuangan yang mereka berikan dan semuanya memiliki tata peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda. So, jangan sampai salah ya! Nah, yang rame-rame dibilang rentenir online kemarin itu merujuk pada Fintech Lending Ilegal. Iya Ilegal, artinya tak resmi. Nah, karena itu kita harus memahami apa sih yang dimaksud dengan Fintech Lending? Bedanya apa sih yang legal dan ilegal?
Apa itu Fintech Lending?
Fintech Lending atau dikenal juga dengan Peer-to-Peer (P2P) Lending merupakan layanan keuangan yang sifatnya pendanaan atau pinjaman uang. Dalam Fintech Lending ada istilah Lender (Pemberi pinjaman) dan Borrower (Peminjam) dan semua prosedurnya diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 77 Tahun 2016. Saat ini, pinjaman online yang legal dan patuh pada tata perundang-undangan berjumlah 73 Fintech Lending, yaitu 72 konvensional dan 2 syariah. Mereka sudah melayani hingga 3 juta orang dengan jumlah transaksi lebih dari 7 juta diseluruh Indonesia.
Teknologi ini hadir karena ada kebutuhan keuangan yang mendesak dan harus cepat diselesaikan yang tidak bisa diakomodir oleh Bank Konvensional. Selain itu, teknologi ini pun memungkinkan semua orang untuk menjadi Lender maupun Borrower tanpa kecuali. Beberapa dari Fintech Lending justru hadir untuk mendukung kemajuan UMKM yang ada di Indonesia dengan bekerjasama dengan ecommerce. Jadi selain pinjam dana untuk mengembangkan produk, kamu juga bisa dibantu untuk memasarkan produknya.
Saya pun sempat mengobrol dengan pengelola Fintech Lending yang membuka stand di sana. Mereka menjelaskan mengenai nilai minimum uang yang dipinjamkan, nilai maksimum peminjaman, dan jangka waktu peminjaman yang ditawarkan. Yang menarik dari Fintech Lending menurut saya sih, kalau mau coba-coba jadi Lender, kita bisa memilih memberikan pinjaman dengan nilai minimum dana yang hanya ratusan ribu saja dan bisa kita pilih mau meminjamkan dalam waktu berapa lama. Ini semacam ngasih pinjaman ke orang secara gotong royong sih ya.
Satu hal yang perlu dicatat juga, karena layanan pinjaman tidak menyertakan jaminan, jadi selaku Borrower kita harus sama-sama mengerti lah dengan bunga yang sedikit lebih tinggi dari Bank Konvensional. Untuk masalah bunga ini sudah ada aturanya kok, per tahun berapa persen kemudian per bulannya jadi berapa persen. Jadi kalau bunganya ga masuk akal jika dibandingkan Bank Konvensional, mending langsung out saja. Selain itu, jangan juga telat bayar ya, citra perusahaan dimata Lender jadi berkurang juga kalau Borrower-nya tak bertanggung jawab.
Kenali Fintech Lending Ilegal
Agar kamu tidak terjerumus kedalam Fintech Lending Ilegal dan rame-rame lagi masalah rentenir online, mari coba kita kenali ciri-ciri Fintech Lending Ilegal berikut ini:
- Kantor dan Pengelola Tidak Jelas
- Syarat dan proses pinjaman sangat mudah
- Menyalin semua data di telepon pintar
- Tingkat bunga dan denda sangat tinggi dan diakumulasi setiap hari
- Penagihan dengan cara intimidasi
Nah kan, kalau kantornya saja sudah tidak jelas, tidak usah coba-coba deh.
Usaha untuk melindungi konsumen Fintech Lending ini terus dilakuakan oleh OJK dan juga AFPI dengan memberantas oknum yang ilegal. Mereka juga berusaha bekerjasama dengan google playstore untuk memberantas aplikasi ilegal tersebut.
Daftar Fintech Lending Legal (Terdaftar di OJK)
Jika kamu memang tertarik untuk menjadi Lender ataupun Borrower dari Fintech Lending, ada baiknya kamu cek dulu profil dari semua Fitech Lending yang legal dari OJK ini. Cek daftarnya ditautan Fintech Legal OJK. Sama dengan kegiatan finasial lainnya, Fintech Lending yang legal pun bukan berarti tanpa resiko. Jadi pastikan kamu mempelajarinya sebelum menggunakannya dan pastikan siap dengan resikonya. 🙂
Bagaimana, sudah sedikit mengerti kan tentang Fintech Lending ini? Jangan sampai manfaatnya ga bisa dirasakan lantaran oknum nakal dan keteledoran sebagai pengguna ya. 🙂