Sekitar pukul tiga sore kami meninggalkan Simpang Randu di kawasan Lampung Timur menuju Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Berbekal Google Map, kami berdelapan bergegas melindas jalanan beraspal agar bisa sampai sebelum hari gelap. Menurut Profesor Google, kami hanya butuh kurang dari satu jam untuk sampai di Way Kambas National Park. Saya pun menghubungi Mas Hendri (petugas taman nasional) mengabari jika kami sedang dalam perjalanan menuju lokasi mengikuti arahan dari Google Map.
Sepanjang perjalanan, kami mengikuti intruksi yang diberikan Profesor Google. Hingga pada saat handphone berkata turn left, saya baru menyadari jika jalanan yang ditunjukan berbeda dangan yang saya lihat dipetunjuk jalan semalam. Saya meminta Rian, yang waktu itu menyetir, untuk jalan terus dengan mengabaikan arahan Google map.
“Jalannya bukan yang ini, seinget gue belokannya setelah Sukadana kalau dari arah sini, masih didepan, ada pertokoan banyak. Nah, disitu ada petujuk jalan 8 km ke Taman Nasional Way Kambas.” jelas saya
“Lu inget ga belokan jalannya Ken?” tanya saya pada Kenken yang sudah pernah bertandang kesana
“Engga Kak.” jawabnya singkat
Akhirnya, sambil saya menghubungi Mas Hendri untuk meminta share location, kami memutuskan untuk membeli bekal makan malam. Menurut Kenken yang sudah berpengalaman kesana, warung-warung makan di Way Kambas tutup pukul empat sore. Jadi, jika tak mau kelaparan, sebaiknya kita membawa bekal makanan sendiri jika hendak menginap di sana.
“Mas Hendri, tolong share location dong. Kami diarahkan ke jalan yang berbeda nih.” pinta saya pada orang yang tengah menunggu kami di sana
Setelah memperoleh lokasi Mas Hendri, kami baru sadar jika telah mengetik tujuan dengan tidak spesifik. Jadi, jika hendak kesana, kami seharusnya mengetik lokasi “Pusat Pelatihan Gajah Way Kambas”. Niscaya dengan pencarian lokasi tersebut, kalian akan sampai dengan selamat sampai Taman Nasional Way Kambas. Rute lebih jelasnya akan saya share diakhir tulisan ya 🙂
“Oalah, kita tuh salah tag lokasi coy. Harusnya PLG Way Kambas, jangan Way Kambas National Park.” imbuh saya pada teman-teman
“Iya Kak jalan ke sana itu ada tiga pintu masuk. Dulu gue dijemput sih sama petugasnya dipemberhentian mobil. Jadi ga tahu gue masuk lewat yang mana.” Kenken turut menjelaskan
“Kita masih butuh waktu satu jam dua puluh menit nih buat sampai kesana. Nih Ric lokasinya.” Saya menyerahkan handphone ke Eric yang bertindak sebagai navigator dalam perjalanan kali ini
Fia dan Khilda kembali ke mobil dengan membawa dua kantong plastik besar yang berisi amunisi untuk bermalam di sana. Waktunya kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi, Pusat Latihan Gajah Way Kambas, catat. Berbekal lokasi yang diberikan Mas Hendri, akhirnya kami tiba di Mahout Guest House ketika hari mulai gelap. Terlewatlah sunset view hari ini 🙁
Apa sih sebenarnya yang menarik dari Taman Nasional Way Kambas? jawabannya sudah pasti melihat gajah, mamalia terbesar di Indonesia, di habitat aslinya. Selain itu apa lagi? Hanya lihat saja? Ikuti saja cerita ini sampai tuntas ya.
Sejarah Taman Nasional Way Kambas
Way Kambas yang merupakan kawasan hutan lindung telah tercatat sejak tahun 1924. Kemudian tahun 1936 diusulkan sebagai kawasan margasatwa oleh Mr. Rookemaker yang merupakan Residen wilayah Lampung saat itu. Melalui keputusan Gubernur Belanda tanggal 26 Januri 1937, kawasan Way Kambas resmi menjadi suaka margasatwa dengan luas 130.000 ha.
Pada tahun 1978, kawasan berganti menjadi Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang merupakan hasil kebijakan Menteri Pertanian. Nah, baru tahun 1982 resmi menjadi Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Selang lima tahun, tempat ini baru diresmikan dengan surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 444/Menhut-II/1989. Untuk pengelolaannya sendiri, taman nasional ini diberikan kepada Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (Sub-BKSDA) II Tanjung Karang (13 Maret 1991). Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 menyatakan Sub-BKSDA Way Kambas kemudian berubah menjadi Balai TNWK (sumber: foresteract.com).
Taman Nasional Way Kambas berlokasi di Labuhan Ratu, Lampung Timur, Sumatera. Menjadi taman nasional tertua di Indonesia, Way Kambas berfungsi sebagai pusat perlindungan Gajah Sumatera (Elephas maxiumus sumatranus). Berdiri tahun 1985, Way Kambas menjadi sekolah gajah pertama di Indonesia dengan nama Pusat Latihan Gajah Way Kambas. Taman nasional ini diharapkan menjadi pusat pelatihan dan konservasi gajah yang jumlahnya semakin hari semakin menyusut.
Sedikit informasi, Gajah Sumatera merupakan sub-spesies dari Gajah Asia (Elephas maximus) yang endemik di Pulau Sumatera. Populasi terbesar hewan ini selain di Taman Nasional Way kambas, juga terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Kondisi lahan yang kian menyusut menyebabkan hewan yang hidup berkelompok ini pun masuk dalam Red list IUCN dengan kategori kritis (critically endangered). (sumber: jurnalbumi.com)
Dilansir dari tfcasumatera.org, Way Kambas memiliki beberapa tipe ekosistem, yaitu hutan mangrove, pantai, rawa, dan daratan rendah. Oleh karenanya, selain gajah, Way Kambas menjadi habitat dari banyak fauna lainnya seperti Badak Sumatera, Harimau Sumatera, Babi Hutan, Rusa, Tapir, Buaya Sepit, Bangau, Siamang, Beruk, Monyet ekor panjang dan masih banyak lagi. Selain itu, banyak flora eksotik menghuni kawasan ini, yaitu api-api, nipah, meranti, cemara laut, ramin, dan lain sebagainya.
Aktivitas di Pusat Pelatihan Gajah Way Kambas
Pagi hari, gajah-gajah ini akan digiring menuju sebuah kolam yang sangat besar untuk dimandikan. Menurut informasi yang saya dapat, mereka akan mandi di pagi dan sore hari. Sisanya, mereka akan digembalakan di padang rumput yang luas atau di hutan. Saat mandi, mahout (pawang gajah) akan menggosok badan dari gajah-gajah ini agar bersih. Melihat aktivitas ini, saya seperti menyaksikan seorang bapak yang sedang memandikan anak-anak mereka.
Setelah mandi, mereka akan digiring ke padang rumput untuk mengisi perut. Herbivora raksasa ini memakan rerumputan, dedaunan, ranting sampai akar-akaran hingga kenyang. Saat digembalakan ini, gajah-gajah akan terpencar tergantung mahout ingin mengembalakan mereka dimana.
Untuk beberapa gajah, ada diantara mereka yang tinggal di kandang dan atau dibawa ke area depan untuk melakukan atraksi atau menggangkut pengunjung yang ingin bersafari keliling hutan. Ada beberapa tipe gajah di Way Kambas ini, ada gajah liar, gajah untuk atraksi, gajah untuk patroli, dan gajah apa lagi ya…hemp saya lupa.
Gajah patroli ditempatkan diperbatasan wilayah taman nasional, katanya ada di empat pos. saya menduga, fungsi gajah ini digunakan oleh mahout untuk berkeliling kawasan untuk mengawasi para pembalak ataupun pemburu. Untuk gajah liar, mereka sesekali melintas di hutan-hutan yang berada di kawasan taman nasional bahkan di kebun-kebun warga. Nah, untuk yang ada di PLG ini, yang jumlahnya sekitar 40 ekor, mereka memang dilatih untuk atraksi dan mengangkut pengunjung.
Sebelum gajah-gajah ini digembalakan, kalian juga bisa main-main dengan gajah dalam jarak yang sangat dekat. Berfoto bersama mereka dan menyentuh tubuh mereka. Saya baru kali ini menyentuh kulit gajah dan rasanya kasar dengan rambut-rambut yang kaku.
Saat saya berkunjung ke Way Kambas, sayangnya tidak ada atraksi gajah. Alhasil, kami bisa bermain-main dengan gajah kecil bernama Pangeran plus mahout cilik bernama Yoyo. Yoyo mencontohkan kami bagaimana cara memberi makan untuk Gajah. Ia menaruh pisang pada pundukan, kemudian belalai gajah tersebut akan menjulur keatas dan mengambil makanan itu. Meskipun agak was-was, akhirnya saya mencobanya 🙂
Selain itu, kami sempat bertandang ke sebuah bangunan layaknya pusat informasi untuk melihat kerangka gajah yang diawetkan. Bersama Pak Pal, kami melihat isi dari ruangan tersebut. Banyak informasi mengenai flora dan fauna yang tinggal di Way Kambas.
Way kambas menjadi tempat yang menyenangkan untuk kita mengenal gajah lebih dekat. Melihat bagaimana mereka dikonservasi dan beberapa dilatih sesuai peruntukkannya. Dari tempat ini, mereka telah mengirimkan beberapa gajah kebeberapa wilayah di Indonesia seperti Bali, untuk menghuni kebun binatang. Selain itu, pada sore hari menjelang malam, kita akan menyaksikan babi-babi hutan mencari makan di kandang gajah, atau bahkan didepan guest house. Seru kan?
Menikmati Stargrazing, Sunrise, dan Sunset di Way Kambas
Bermalam di Way Kambas menjadi pengalaman yang menyenangkan. Kami melewati malam dengan memandang lautan bintang yang jarang bisa ditemui di kota besar yang penuh polusi cahaya. Beruntungnya, saat kami menginap sedang memasuki siklus bulan gelap, sehingga bintang-bintang bisa terlihat begitu jelas beserta galaksi bimasakti didalamnya.
Ketika pagi menyapa, ternyata semesta sedang bersuka cita. Matahari muncul dari balik pepohonan menyinari hamparan luas padang rumput tempat gajah-gajah digembalakan. Saya tak mau melewatkan momen indah tersebut dengan menangkapnya dalam berkali-kali bidikan. Warna jingga membakar langit pagi itu. Sunrise yang cantik setelah sekian lama saya tak pernah berburu momen ini.
Saya, Fia, dan Khilda tinggal dua malam di PLG Way Kambas, sedangkan kelima teman kami yang lain sudah pulang lebih awal. Beruntung kami bisa menyaksikan sunrise cantik hingga dua kali. Nah, dihari kedua ini, kami melewatinya dengan bermain bersama gajah ditempat ia digembalakan, tentunya ditemani mahout-mahout yang baik hati.
Saat menikmati matahari terbit ini, saya diajak bermain oleh anak gajah paling kecil bernama Nunik. Meskipun kecil, tetap saja takut ketika dia mulai narik-narik jilbab saya. Sekecil-kecilnya gajah, kena cambuk belalainya saja saya bisa dibuat pingsan olehnya 🙂
Sore harinya, kami berburu sunset di Kandang gajah jantan yang lokasinya tepat disebelah guest house yang kami tinggali. Kami ditemani Putera yang juga mahout di sana untuk bisa bermain-main dengan gajah bernama Leo. Gajah yang paling terkenal dikalangan mahasiswa, kata Pak Otoy, yang juga mahout di Way Kambas. Sayangnya hari sedikit mendung, sehingga pendaran warna setelah matahari tenggelamnya kurang maksimal.
Baca juga: Menjelajah Gunung Krakatau di Selat Sunda
Lalu bagaimana cara untuk bisa bertandang ke Way Kambas? berikut infonya 😉
Transportasi dan Akomodasi Way Kambas
- Dari Jakarta (Pulau Jawa via Bakahueni):
Bakahueni-Way Jepara (Pool Damri): Travel (60K) atau Damri (40K). Kalian akan menggunakan jalur lintas Lampung Timur tanpa melewati Bandar Lampung. Waktu tempuh kurang lebih 3 jam.
Way Jepara- PLG Way Kambas: Minta tolong petugas Way Kambas untuk jemput atau sewa ojeg.
Jika menggunakan kendaraan pribadi, cari lokasi “PLG Way Kambas” pada Google map. Pilihlah jalur yang melalui Pasar Tridatu kemudian masuk via Gontor 8. Atau, bisa juga dari Pool Damri Way Jepara ke Way kambas dengan jalur yang singkat tapi jalannya sempit dan sedikit jelek.
- Dari Pulau Sumatera
Kalian bisa menggunakan transportasi umum apapun dengan patokan untuk berhenti Pool Damri Way Jepara. Kalau sudah sampai sini posisi kalian aman. Untuk transportasi pribadi, saya sarankan untuk melalui jalur Gontor 8.
- Penginapan
Terdapat banyak penginapan di luar kawasan, namun hanya ada satu guest house di dalam kawasan. Penginapan Way Kambas ini terletak berdekatan dengan kandang gajah, Mahout guest house namanya. Penginapan ini terdiri dari 6 kamar, satu kamar bisa diisi sampai 5 orang. Untuk tarifnya 250 ribu per malam. Fasilitas penginapan ini berupa 4 kamar mandi di luar kamar dan satu dapur umum. Bonusnya, bisa main sama gajah sepuasnya 🙂
- Warung dan tempat makan
Warung-warung dan tempat makan di Way Kambas buka pukul 8 dan tutup pukul 4 atau 5 sore. Berbagai jajanan dan makanan berat dijajakan di sana. Bahkan, kalian bisa pesan sarapan dan minta antar ke guest house. Pastikan kalian beli makan malam sebelum warung tutup kalau tidak mau kelaparan 🙂
Tips
Berkunjunglah pada pagi atau sore hari jika ingin melihat banyak gajah si mamalia cerdas ini di kandangnya. Karena pada pukul 6 pagi gajah-gajah tersebut sudah keluar kandang dan akan kembali pada pukul 4 atau 5 sore. Jika hendak menginap, pilih penginapan di dalam kawasan Way Kambas. Kalian juga bisa menjadwalkan diri untuk berkunjung saat siklus bulan gelap dan musim kemarau agar bisa menyaksikan lautan bintang, sunrise, dan sunset bersama gajah-gajah.
Oh ya, di tempat ini juga terdapat International Rhino Foundation, yaitu Sumatra Rhino Sanctuary (SRS) yang berupaya mengkonservasi Badak Sumatera. Sayangnya untuk mengunjungki tempat ini harus ada izin khusus. Mungkin lain kali mesti banget nih keliling Way Kambas sampai khatam.
Begitulah cerita saya berlibur di Way Kambas mengisi long weekend di Bulan Agustus 2018. Dirgahayu Republik Indonesia Ke 73 tahun dan Selamat Hari Gajah Internasional juga ya.
Mari berkelana, bahagia!
12 comments
Wah kak Ken. Seperti waktu itu kita berada di tempat yg sama dan saling berpapasan tapi kita memang belum saling mengenal. Beruntubg sekali kak Ken bisa menikmati sunrise dan stargrazing di sana. Fotonya kece kece loh. Suka liatnya
What kenal sama Ken?
Wah ke Way Kambas pas Agustusan kah, Kak? Kebetulan kemarin saya ke sana juga. Apa jangan-jangan kita berkunjung di hari yang sama?
Iya saya tgl 17-19 agustus di sana Kak Lisa. kamu tgl brp kesana?
Wah keren kak..
Bisa jd referensi nih karna ada plan mau k way kambas jg. Hehehhe..
Wah bisa Banget Kak Deny. Ga akan nyesel sih main ke sana.
Baru dua kali ke Lampung, tapi belum pernah ke Way Kambas. Seringnya ke pantai terus. Dan ternyata Lampung itu lumayan luas
Iya Lampung tuh luas banget Mas Achi. Setelah empat kali ke Lampung, baru kali ini berjodoh sama Way Kambas. 🙂
Cool experience Kak Nufus, kali ini aku ga salah kan? Hehehe… Patut dicoba nih main sama gajah di way kambasnya. Terima kasih untuk tulisan informatifnya, Kak.
Masih salah Kak Muti. Namaku Nunuz.. haha
Yoyo, Sang mahout cilik keliatannya lucu anaknya.
Boleh dicoba nih, rute perjalanannya.
Semoga bisa kesampaian traveling ke Way Kambas.
Way kambas wajib banget sih buat dikunjungi. Apalagi kalau bisa stay lama di sana, bakalan jadi pengalaman super seru sih.