Mobil kami bertolak meninggalkan Darmaga, bersama udara yang masih sejuk dipukul 7 pagi di awal bulan Maret 2017. Berbekal informasi dari salah satu kawan, kami hendak mengunjungi Kampung Urug, yang merupakan Kampung Adat di Kabupaten Bogor.
Kampung Urug berlokasi di Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Bogor. Untuk sampai ke kampung ini kami melewati jalur Darmaga-Leuwiliang-Cigudeg. Tepat setelah Situ Cigudeng dan SMA 1 Cigudeg, kami berbelok ke arah kiri. Persimpangan ke arah Kampung Urug sedikit tersamaarkan, cirinya adalah Indomart. Kalau ragu, bertanya saja, masyarakat setempat akan senang hati menjelaskannya.
Berdasarkan informasi dari tukang parkir di persimpangan, kami hanya perlu lurus saja dan berbelok ke arah kiri ketika bertemu dengan Pos Polisi.
“Kita lurus aja tar ketemu pos polisi belok kiri.” jelas saya ke Arma yang kala itu menyetir
“Oke” jawabnya singkat
Makin lama jalan yang kami lewati semakin berkelok. Bahu jalan yang sempit membuat perjalanan harus ekstra hati-hati. Jalanan yang sesekali berlubang, tak kalah membuat waspada. Saya, Noe, dan Nurul yang duduk dibangku belakang ikut tegang melihat jalan yang kian sempit. Hingga pada saat tanjakan tajam..
“Mundur lagi aja mundur.” intruksi Gembul ke Arma
“Iya salah masuk gigi nih.” ungkap Arma
Kami para wanita ga kalah heboh nyuruh mundur. Karena melihat didepan dan belakang sudah mulai bermunculan kendaraan lain.
Setelah melewati tanjakan, perjalanan kami lanjutkan dengan lancar hingga bertemu perkebunan kelapa sawit.
“Ini kita ga salah jalan kan ya? tanya aja tuh sama tukang mie ayam didepan.” beberapa dari kami mulai ragu dengan jalanan yang dilewati karena tak kunjung tiba di Kampung Urug.
“Bener kok, tar didepan ada papan petunjuk jalan belok kiri ke arah Kampung Urug.” intruksi Noe setelah bertanya pada penjual mie ayam, yang jadi menu makan siang kami kelak.
Akhirnya kami memasuki kawasan Kampung Urug setelah hampir 3 jam menempuh perjalanan. Pencarian kokolot pun dimulai.
“Bu, kalau rumah kokolot dimana ya?”
“Kokolot yang mana?”
Saya sempat terdiam sejenak dan bertanya dalam hati, “memang ada berapa kokolot?”
“Abah Ukat bu? dimana ya rumahnya?”
“Oh dibawah Neng, nanti ada Gedong, nah itu rumahnya.”
“Oh ya bu, emang ada berapa kokolot di sini?” selidik saya
“Tiga Neng, ini juga rumah kokolot.” jelas seorang ibu sambil menunjuk rumah disamping mobil kami terparkir.
“Oh gitu bu, makasih ya bu. Sama ini minta tolong titip mobil parkir di sini.”
“Iya Neng. Silahkan.”
Usai percakapan kami berjalan kaki mencari rumah gedong. Diotak saya rumah gedong adalah rumah besar dan mewah yang mencolok diantara rumah-rumah yang lain. Karena kata “Gedong” dalam bahasa Sunda berarti “Besar”. Belakangan saya baru tahu jika itu sebutan untuk rumah yang ditempati Abah Ukat, rumah besar peninggalan leluhur dengan filosofi yang cukup unik.
Baca Juga: 5 Desa Tradisional yang Harus Kamu Kunjungi Saat Berada di Lombok
Kepada orang-orang yang sedang duduk-duduk dipelataran rumah besar bercat hijau tua dan kuning, kami sekali lagi bertanya dimana rumah Gedong.
“Ini rumahnya teh, masuk aja dari belakang.” seorang bapak menyuruh kami masuk melewati pagar menuju arah belakang.
“Assalamualaikum, permisi” kami mengucap salam dan menunggu seseorang yang kiranya mendengar salam kami
“Waalaikumsalam”
“Ibu, Abah Ukat ada?”
Kami dipersilahkan masuk dan duduk. Tak lama Abah Ukat muncul dan menyalami kami.
Abah bertanya asal dan tujuan kami datang.
“Ini bah kita mau main saja, mau tau kampung Urug seperti apa?”
Abah kira kami adalah mahasiswa-mahasiswa yang hendak penelitian, layaknya mahasiswa-mahasiwa lain yang biasa datang kesana. Abah mempersilahkan kami bertanya tentang Kampung Urug.
Abah menjelaskan bahwa masyarakat Kampung Urug merupakan oleh keturunan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran. Menurut catatan yang Abah tunjukan kepada kami, Prabu Siliwangi beberapa kali “tilem” atau menghilang, dan berakhir muncul di Kampung Urug ini.
Kami juga bertanya, mengenai rumah tempat kami berada saat itu, rumah Abah tepatnya. Mengapa bentuknya begitu unik, tradisional, dan terkesan megah.
Abah bercerita bahwa Gedong, sebutan untuk rumah yang ditempati Abah bukan rumah asal-asalan. Gedong memiliki filosofi dari setiap ukuran bangunannya. Ukuran tersebut menyiratkan bulan, hari, rukun iman, jumlah hari dalam seminggu, rukun islam bahkan angka satu sampai sembilan.
Rumah ini juga diisi bukan oleh orang sembarangan. Mereka haruslah keturunan dari Prabu Siliwangi yang menjadi kokolot berdasarkan wangsit. Menurut Abah, rumah ini nantinya akan diwariskan ke anak laki-laki Abah, tergantung petunjuk atau wangsit yang akan dia dapat.
Masyarakat Urug rata-rata adalah petani. Tak heran jika masih banyak “leuit” atau lumbung padi tersebar diantara pemukiman-pemukiman warga yang sudah modern. Varietas padi yang ada di sana cukup banyak, ada lebih dari sepuluh. Mereka pun panen dua kali dalam setahun.
Usai mendengarkan cerita dari Abah, kami pamit untuk berkeliling Kampung Urug dan melihat-lihat sawah. Kampung Urug cukup padat penduduknya, terlihat dari rumah mereka cukup berhimpitan, sehingga kami keluar masuk gang kecil untuk sampai ke sawah.
Baca juga cerita kampung tradisional di Tasikmalaya, yaitu Kampung Naga.
Jalan ke Kampung Adat mana lagi ya?
Mari berkelana, Bahagia!
*foto cover oleh Nurul
11 comments
Wah, bagus juga Kampung Adatnya. Ke sini bebas masuk atau gimana ya Kak? Boleh nih kapan kapan main ke Bogor ah.
Boleh kok, tapi sebaiknya saat ke sana izin kepala adatnya dulu saja di Imah Gedong.
Bagus ihhhh… aku mah ktp doank yang Bogor tapi gak tahu ada kampung adat kayak gini. Unik banget..
Ini datang dadakan gitu bisa?
Saya juga baru tahu belakangan ini mba Rizka. Iya, saya juga datang dadakan.
kalo untuk mahasiswa yang melakukan penelitian dikenanakan biaya ga ? dan abah ukat nya welcome ga sama pendatang ? terimakasih hehe oia apa saja ya yang gaboleh dilakukan disana ?
kurang tau mas lutfi. mungkin bisa langsung datang saja ke sana menemui abah ukat. Beliau welcome kok.
Hallo selamat malam kaka,, untuk perjalanan ke kampung urug bisa semua jenis / merk mobil tidak ya?
Atau ada saran mobil yang harus digunakan menuju ke kampung urug ,, Terimakasih ??
Hallo juga kaka meliana.
Bisa asal jangan sedan aja ya. Pokoknya pakai mobil yang rada tinggi, jalannya ada yang jelek.
Kemarin sih saya pake avanza. Ok
Halo Mbak Nunuz,
Terima kasih telah memuat informasi tentang kampung Urug. Kalau dari Kebun Raya Bogor perjalanan ke Kampung Urug berapa lama ya? apakah ada penginapan dekat Kampung Urug. Terima kasih..
Sekitar 4 jam Mba Vivian. Setau saya ga ada Mba. Penginapan hanya di Dramaga.